Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (1)

 

Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah

Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah - Kata Daulah adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata "Dawala" yang bermakna pergantian, perputaran, perubahan, dinasti, kekuasaan dan negara. Dalam bahasa Indonesia kata Daulah sendiri mempunyai makna Negara. 

Menurut pendapat dari Attabik Ali, dalam kamusnya menyebutkan bahwa kata Daulah memiliki makna negara, bangsa dan pemerintahan. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata Daulah bermakna nation atau juga dapat diartikan dengan pemerintahan sebuah negara.

Daulah Abbasiyah merupakan salah satu Daulah Islam yang membawa agama Islam dan masyarakatnya kepada masa kejayaan dan keemasan. Daulah Abbasiyah juga merupakan Daulah Islam yang sangat maju pada masa lalu.

Menurut catatan sejarah, Daulah Abbasiyah ini merupakan kelanjutan dari Daulah sebelumnya yakni  Daulah Umayyah. Daulah Umayah ini juga tercatat dalam sejarah sebagai salah satu Daulah yang cukup lama memimpin dunia dan peradaban Islam di masa lalu. Para ahli sejarah kemudian membagi masa Daulah Abbasiyah ini kedalam beberapa periode, yakni mulai dari berdirinya Daulah Abbasyah, puncak kejayaannya dan sampai dengan keruntuhannya.

Sejarah Berdirinya Daulah Abbasiyah

Berdasarkan silsilah, Daulah Abbasiyah merupakan keturunan dari Al-Abbas, yakni paman Nabi Muhammad SAW. Adapaun pendiri dari kerajaan al-Abbas tersebut adalah Abdullah al-Saffah bin Muuhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Berdirinya kerajaan tersebut dianggap sebagai suatu kemenangan bagi kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW. 

Daulah Abbasiyah adalah penerus dari kekuasaan Daulah Umayyah. Proses perpindahan dan peralihan kekuasaan dari Daulah Umayyah ke Daulah Abbasiyah terjadi ketika kalangan Bani Hasyim menuntut agar kepemimpinan Islam berada di tangan mereka, karena mereka adalah keluarga terdekat dari Nabi Muhammad SAW. Tuntutan tersebut sudah muncul sejak lama, namun belum bisa di wujudkan.

Propaganda dan gerakan Daulah Abbasiyah telah dimulai sejak Umar bin Abdul Aziz (Tahun 717-720 M) naik tahta dan menjadi khalifah dari Daulah Umayyah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz memimpin negara dengan sangat adil. Kemakmuran, keamanan dan stabilitas politik negara memberikan kesempatan kepada gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakanya yang berpusat di al-Muhaymah. 

Pemimpin dari gerakan Abbasiyah tersebut adalah Ali bin Abdullah bin abbas, yang merupakan seorang zahid. Dia kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Muhammad, yang kemudian semakin memperluas gerakan Abbasiyah tersebut. 

Dia menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan Abbasiyah, yaitu:
  • Al-Humayah sebagai pusat perencanaan dan organisasi
  • Kufah sebagai kota penghubung
  • Khurasan sebagai pusat gerakan praktis
Muhammad wafat pada tahun 125H/743 M dan kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Abrahim al-Imam. Sebagai panglima perangnya, Beliau menunjuk Abu Muslim al Khurasani yang merupakan tentara terkuat dari Khurasan. 

Abu Muslim kemudian berhasil merebut Khurasan dan kemudian menyusul kemenangan demi kemenangan lainnya. Di tahun 132H/749 M Khalifah Ibrahim al-Imam ditangkap oleh pemerintahan Daulah Umayah dan kemudian dimasukkan kedalam penjara hingga wafat. 

Dia kemudian digantikan oleh saudaranya yang bernama Abu Abbas. Konfrontasi antara tentara Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah tidak dapat dihindari, dan kemudian mereka bertemu dan bertempur di dekat sungai zab bagian hulu. Dalam pertampuran tersebut Bani Abbas berhasil mendapatkan kemenangan, dan bala tentaranya terus bergeraj maju menuju ke kota Syam (suriah), dan berawal dari sini kemudian kota demi kota dapat dikuasai olehnya.

Tahun 132H/ 750 M dijadikan sebagai tahun awal berdirinya Daulah Abbasiyah. Khalifah pertamanya adalah Abu Abbas as-Saffah. Daulah Abbasiyh ini berlangsung sangat lama hingga tahun 656H/ 1258 M. 

Waktu kekuasaan yang panjang itu dilaluinya dengan pola pemerintahan yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan politik, sosial, budaya dan penguasanya. Berdasarkan perbedaan pola dan perubahan politik tersebut, para sejarawan kemudian membagi periode Daulah Abbasiyah dalam lima periode.

Berikut ini adalah 5 periode Daulah Abbasiyah, antara lain:

1. Periode Pertama (Tahun 132- H/750 M - Tahun 232 H/847 M)

Walaupun Abu Abbas merupakan pendiri dari Daulah Abbasiyah ini, namun masa pemerintahannya hanya berlangsung singkat yakni mulai dari tahun 750-754 M. Pemimipin Daulah Abbasiyah ini adalah Abu Ja’far al-Mansur. Dia dengan keras menghadapi lawan - lawannya yang berasal dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa di kucilkan dari kekuasaan. 

Untuk mengamankan pemerintahan dan kekuasaannya, ia kemudian menyingkirkan satu persatu tokoh besar yang mungkin akan menjadi pesaing baginya. Sebagai contoh, misalnya apa yang terjadi pada Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, dimana kedua orang tersebut merupakan pamannya sendiri yang telah ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Suriah dan Mesir, akhirnya juga dihabisi melalui perantara Abu Muslim al-Khurasani dengan alasan karena mereka berdua tidak bersedia membaiatnya. Namun sialnya, Abu Muslim sendiri akhirnya dihukum mati pada tahun 755M karena dianggap akan menjadi saingannya.

Untuk menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansur lalu memindahkan ibukota negara dari al-Hasyimiyah ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad. Pada tahun 767 M, Beliau mulai menertibkan pemerintahannya dengan mengangkat aparat yang duduk dalam lembaga esksekutif dan yudikatif. 

Dalam posisi lembaga eksekutif dia mengangkat wazir (menteri) sebagai koordinator departemen, dia juga mengangkat lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping mengembangkan angkatan bersenjatanya. 

Dia kemudian menunjuk Muhammad bin Abdurrahman sebagai hakim. Lembaga pos yang telah ada sejak masa Bani Umayah berkuasa kemudian dilanjutkan dengan reformasi yang lebih baik, yakni selain berfungsi untuk mengantar surat - menyurat, juga berfungsi untuk menghimpun seluruh informasi dari daerah - daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Para direktur jawatan pos juga bertugas melaporkan kegiatan gubernur setempat kepada khalifah di Baghdad.

Jabatan wazir yakni sebagai perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga Baramikah atau Barmak. Mereka adalah keluarga yang terpandang yang berasal dari Balkh, Persia (Iran). Sebagai Wazir pertama adalah Khalid bin Barmak, yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Yahya bin Khalid. Dia kemudian mengangkat salah seorang anaknya, yakni Ja’far bin Yahya, menjadi wazir muda.

Berikut ini adalah nama - nama penguasa dari Daulah Abbasiyah, antara lain:

A. BANI ABBAS
  • Abu Abbas as-Saffah (Tahun 132 H/750 M-137 H/754 M)
  • Abu Ja’far al-Mansur (Tahun 137 H/754 M-159 H/775 M)
  • al-Mahdi (Tahun 159 H/775 M-169 H/785 M)
  • al-Hadi (Tahun 169 H/785 M-170 H/786 M)
  • Harun al-Rasyid (Tahun 170 H/786 M-194 H/809 M)
  • al-Amin (Tahun 194 H/809 M-198 H/813 M)
  • al-Ma’mun  (Tahun 198 H/813 M-218 H/833 M)
  • al-Mu’tasim (Tahun 218 H/833 M-228 H/842 M)
  • al-Wasiq (Tahun  228 H/842 M-232 H/847 M)
  • al-Mutawakkil (Tahun 232 H/847 M-247 H/861 M)
  • al-Muntasir (Tahun 247 H/861 M-248 H/862 M)
  • al-Musta’in (Tahun 248 H/862 M-252 H/866 M)
  • al-Mu’taz (Tahun 252 H/866 M-256 H/869 M)
  • al-Muhtadi (Tahun 256 H/869 M-257 H/870 M)
  • al-Mu’tamid (Tahun 257 H/870 M-279 H/892 M)
  • al-Mu’tadid (Tahun 279 H/892 M-290 H/902 M)
  •  al-Muktafi (Tahun 290 H/902 M-296 H/908 M)
  • al-Muqtadir (Tahun 296 H/908 M-320 H/932 M)
B. BANI BUWAIHI
  • al-Qahir (Tahun 320 H/932 M-323 H 924 M)
  • ar-Radi  (Tahun 323 H/924 M-329 H/940 M)
  • al-Muttaqi (Tahun329 H/940 M-333 H/944 M)
  • al-Muktakfi (Thaun 333 H/944 M-335 H/946 M)
  • al-Muti (Tahun 335 H/946 M-364 H/974 M)
  • al-Ta’i (Tahun 364 H/974 M-381 H/991 M)
  • al-Qadir (Tahun 381 H/991 M-423 H/1031 M)
  • al-Qa’im (Tahun 423 H/1031 M-468 H/1075 M)
C. BANI SELJUK
  • al-Muqtadi (Tahun 468 H/1075 M-487 H/1094 M)
  • al-Mustazir (Tahun 487 H/1094 M-512 H/1118 M)
  • al-Mustarshid (Tahun 512 H/1118 M-530 H/1135 M)
  • ar-Rasyid (Tahun 530 H/1135 M-531 H/1136 M)
  • al- Muqtafi (Tahun 531 H/1136 M-555 H/1160 M)
  • al-Mustanjid (Tahun 555 H/1160 M-566 H/1170 M)
  • al-Mustadi (Tahun 566 H/1170 M-576 H/1180 M)
  • an-Nasir (Tahun 576 H/1180 M-622 H/1225 M)
  • az-Zahir (Tahun 622 H/1225 M-623 H/1226 M)
  • al- Mustansir (Tahun 623 H/1226 M-640 H/1242 M)
  • al-Musta’sim (Tahun 640 H/1242 M-656 H/1258 M)
Pondasi pemerintahan dari Daulah Abbasiyah ini telah diletakan dan dibangun oleh Abu Abbas as-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur, namun puncak kejayaan Daulah Abbasiyah pada masa pemerintahan tujuh khalifah sesudahnya, yakni mulai dari khalifah al-Mahdi ( Tahun 775-785M), dan masa keemasan Daulah Abbasiyah berada pada zaman khalifah Harun ar-Rasyid (Tahun 786-809) dan putranya al-Ma’mun (Tahun 813-833).

2. Periode kedua (Tahun 232-847 M- Tahun 334 H/945 M)

Pemilihan khalifah al-Must’in terhadap unsur - unsur bangsa Turki dalam bidang ketentaraan terutama dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma’mun dan sebelum - sebelumnya. 

Al-Musta’in dan khalifah sesudahnya, yakni al-Wasiq, mampu mengendalikan mereka. Akan tetapi khalifah al-Mutawakkil yang merupakan awal dari periode kedua dinasti Abbasiyah ini adalah seorang khalifah yang lemah. 

Pada masa pemerintahannya orang - orang Turki dapat merebut kekuasaan setelah al-Mutawakkil meninggal dunia. Orang - orang Turki inilah yang kemudian memilih, menujuk dan mengangkat khalifah sesuai dengan keinginan mereka. Dengan strategi ini, maka kekuasaan pemerintahan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas lagi, meskipun mereka menjabat sebagai khalifah. Usaha untuk bisa lepas dari cengkeraman tentara Turki tersebut, akan tetapi selalu menemui kegagalan. Pada tahun 892M, Baghdad kembali menjadi ibukota dinasti ini. 

Beberapa waktu kemudian, ketika secara perlahan - lahan pengaruh orang - orang Turki mulai melemah karena munculnya persaingan diantara kelompok mereka sendiri, maka kemudian khalifah ar-Radi menyerahkan jabatan kekhalifahan dan kekuasaannya kepada Muhammad bin Ra’iq, yang merupakan Gubernur Wasith dan Bashrah. 

Khalifah kemudian memberinya gelar "Amirul Umara" (yang artinya adalah panglima tertinggi). Namun demikian, keadaan Bani Abbas tidak menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dari dua belas orang khalifah pada masa periode dinasti ini, hanya ada empat orang yang wafat dengan cara yang wajar, karena para khalifah yang lain di paksa turun (kudeta) atau di bunuh. 

Pada periode kedua ini, terjadi beberapa pemberontakan, misalnya pemberontakan Zanj di dataran rendah Irak Selatan dan pemberontakan Qaramitahyang yang berpusat di Bahrain. Akan tetapi, kedua pemberontakan tersebut bukanlah penyebab dari gagalnya kesatuan politik Daulah Abbasiyah. 

Faktor penting yang menjadi penyebab kemunduran Bani Abbasiyah pada periode ini adalah sebagai berikut:
  • luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah yang harus dikendalikan, sementara komunikasi berjalan dengan  lambat.
  • Profesionalitas tentara, menjadikan ketergantungan terhadap mereka menjadi sangat tinggi. 
  • Masalah keuangan karena beban dan biaya yang harus di tanggung untuk kebutuhan tentara sangat besar.

3. Periode ketiga (Tahun 334 H/945 M- Tahun 447 H/1055 M)

Pada periode ketiga ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi. Kondisi negara menjadi lebih buruk daripada masa sebelumnya, terutama karena Bani Buwaihi merupakan penganut ajaran Syi’ah. Khalifah berfungsi tidak lebih hanya sebagai pegawai yang diperintahkan dan diberi gaji.

Bani Buwaihi membagi kekuasaannya kepada tiga orang bersaudara, yaitu : 
  • Ali untuk Wilayah Persia bagian selatan
  • Hasan untuk wilayah Persia bagian utara
  • Ahmad untuk wilayah al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad
Dengan demikian, kota Baghdad di Iraq tidak lagi dijadikan sebagai pusat pemerintahan Islam karena telah dipindahkan ke Syiraz yang merupakan tempat pemerintahan Ali bin Buwaihi, yang saat itu sedang berkuasa.

Bertolak belakang dengan kondisi pemerintahan yang buruk, justru dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terus mengalami kemajuan yang sangat pesat pada periode kedua ini. Pada masa tersebut, muncul para ilmuwan Muslim yang sangat berpengaruh dalam peradaban Islam dan dunia, seperti al-Farabi (Tahun 870-950), Ibnu Sina (Tahun 980-1013), al-Biruni (Tahun 973-1048) dan Ibnu Maskawai (Tahun 930-1030). Selain itu juga muncul kelompok studi Ikhwan as-Safa. Sektor ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan yang sangat pesat dan di tandai dengan pembangunan Kanal Mesjid dan rumah sakit.

4. Periode Keempat (Tahun 447 H/1055 M-590 H/1199 H) 

Periode keempat ini ditandai dengan kekuasaan dari Bani Saljuk atas Daulah Abbasiyah. Keberadaan Bani Saljuk ini merupakan undangan dari khalifah untuk melumpuhkan kekuatan dari Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan kekhalifahan memang berjalan membaik dan kewibawaan dalam bidang agama kembali setelah beberapa waktu lamanya dikuasai oleh orang - orang Syi’ah.

Sebagaimana pada periode kekhalifahan sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang dengan pesat pada periode ketiga ini. Nizam al-Mulk, yang menjabat perdana menteri pada masa khalifah Alp Arslan dan Malik Syah, mendirikan Madrasah Nizammiyah (Tahun 1067M) dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad. 

Cabang-cabang Madrasah Nizamiyah kemudian juga didirikan disetiap kota di Irak dan di Khurasan. Madrasah Nizamiyah kemudian menjadi model bagi perguruan tinggi di seluruh dunia di kemudian hari. Dari madrasah ini kemudian lahir banyak cendekiawan dan Ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. 

Diantara para cendekiawan Islam yang lahir pada periode keempat ini, antara lain:
  • az-Zamakhsary, yang merupakan seorang penulis dalam bidang tafsir dan ushuluddin (teologi)
  • al-Qusyairi dalam bidang tafsir
  • al-Gazali dalam bidang ilmu kalam dan tasauf
  • Umar Hayyam dalam bidang ilmu perbintangan
Dalam bidang politik, pusat kekuasaan dan pemerintahan tidak lagi berada di kota Baghdad. Mereka membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa provinsi dengan seorang gubernur untuk memerintah di masing-masing provinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan itu melemah, masing-masing provinsi tersebut kemudian memerdekakan dirinya. 

Perseteruan, konforntasi dan peperangan yang terjadi diantara mereka pada akhirnya justru melemahkan kekuatan mereka sendiri, dan sedikit demi sedikit kekuasaan politik khalifah menjadi kuat lagi, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan mereka tersebut akhirnya berakhir di Irak yakni ditangan KhawarizmSyah pada tahun 590 H/1199 M.

5. Periode Kelima (Tahun 590 H/1199 M- Tahun 655 H/1258 M)

Pada periode kelima ini khalifah Bani Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti lagi seperti periode sebelumnya. Mereka kini telah merdeka dan berkuasa, walaupun hanya di kota Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan sisi kelemahan politiknya. Pada masa inilah kemudian datang tentara Mongol dan Tartar yang menghancurkan kota Bahgdad pada tahun 656 H/1258 M.

Penyebab dari kehancuran Daulah Abbasiyah ini di bagi menjadi dua, yakni faktok internal dan eksternal.

Diantara faktor Internal tersebut, antara lain:
  • Persaingan yang terjadi pada negara - negara yang berada dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia, Dan Turki dan berlangsung secara tidak sehat.
  • Adanya perbedaan aliran pemikiran dalam Islam sendiri yang kemudian menyebabkan munculnya konflik berdarah
  • Munculnya dinasti dan kerajaan - kerajaan kecil yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat di Baghdad
  • Kemerosotan sektor ekonomi akibat kemunduran dan situasi politik yang terjadi
Sedangkan faktor eksternalnya, antara lain:
  • Perang salib yang terjadi dalam beberapa gelombang
  • Kehadiran bangsa Mongol di bawah pimpinan Jendral Hulagu Khan yang menguasai kota Baghdad
Demikianlah uraian artikel tentang Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (1). Semoga uraian artikel ini bermanfaat untuk Anda. Baca juga Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (2) yang merupakan lanjutan dari artikel ini.

Posting Komentar untuk "Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (1)"