Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (2)

Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (2)
image via pixabay

Pemerintahan kekhalifahan Bani Abbasiyah berpedoman pada sistem pemerintahan yang pernah dipraktikkan oleh bangsa-bangsa lain sebelumnya, baik pemerintahan Islam maupun non-Islam. Pondasi pemerintahan Bani Abbasiyah dibangun oleh Khalifah mereka yang kedua, yang bernama Abu Ja’far al-Mansur yang kemudian dikenal sebagai pelopor dari Khilafah tersebut. 

Sedangkan sebagai pendiri dari Bani Abbasiyah adalah Abdul Abbas as-Saffah. Dukungan dan sumbangan dari bangsa Persia sangat terlihat ketika Daulah Bani Abbasiyah ini mulai berdiri dengan munculnya Abu Muslim al-Khurasani. 

Kebangkitan orang-orang dari bangsa Persia itu antara lain juga karena mereka sudah jenuh terhadap kebijaksanaan pemerintahan Bani Umayyah yang sangat diskriminatif terhadap bangsa - bangsa non-Arab, dimana mereka dijadikan sebagai warga kelas dua yang disebut dengan kaum Mawalli. 

Bangsa Persia mempercayai adanya hak agung dari para Raja yang dapatkan dari Tuhan. Oleh karena itu, kemudian para khalifah Bani Abbasiyah memperoleh kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur Negara langsung dari Allah, dan bukan atas kehendak rakyat. Ini adalah sistem yang berbeda dengan sistem kekhalifahan yang telah diterapkan oleh Khulafaurrasyidin yang secara nyata dipilih langsung oleh rakyat. 

Kekuasaan tertinggi diletakkan pada para ulama, sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi. Khalifah bukan saja berkuasa dibidang pemerintahan duniawi tetapi mereka juga berhak memimpin agama yang menjadi dasar pemerintahan berdasarkan agama. Bani Abbasiyah memprotes Bani Umayyah yang lebih mementingkan kemegahan duniawi saja. 

Dinasti Abbasiyah ingin mempertahankan bidang keagamaan, dan menggunakan simbol-simbol yang dianggap suci bagi mereka dengan menyertakan jubah dan tongkat Nabi ketika dilaksanakannya pelantikan khalifah dan upcara-upacara keagamaan lainnya. 

Khalifah Bani Abbasiyah juga menggunakan gelar Imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya. Gelar tersebut telah  lama digunakan oleh kelompok Syiah. Terkait dengan pengangkatan putra mahkota kerajaan, Bani Abbasiyah meniru sistem yang telah dilaksanakan oleh Bani Umayyah, yakni menetapkan dua orang putra mahkota sebagai pengganti Raja nantinya.

Kejayaan Daulah Abbasiyah

Kejayaan daulah Abbasiyah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid (Tahun 170-193 H/78-809 M) dan anaknya, yakni Khalifah al-Makmun (Tahun 198-218 H/813-833 M). Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, kondisi ekonomi negara berada dalam keadaan makmur, kekayaan yang melimpah, dan keamanan yang terjamin.  Walaupun memang masih ada juga pemberontakan yang terjadi, akan tetapi tidak mengganggu stabilitas keamanan negara.

Pengaruh dan luas wilayah kekuasaannya mulai dari wilayah Afrika Utara hingga sampai ke India. Pada masa pemerintahannnya lahir pula para ahli filsafat, pujangga, dan ahli baca al-Quran serta para alim ulama di bidang agama. Khalifah juga mendirikan perpustakaan yang kemudian diberi nama Baitul Hikmah, dimana  didalamnya orang - orang dapat membaca buku, menulis dan berdiskusi. Khalifah Harun ar-Rasyid sebagai orang yang alim, juga berangkat menunaikan ibadah haji setiap tahunnya yang diikuti oleh seluruh keluarga dan pejabat-pejabatnya serta para alim ulama.

Pada masa pemerintahannya ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat maju dan pesat, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan agama. Beberapa ilmu agama tersebut misalnya ilmu al-Quran, qira’at, hadits, fiqih, kalam, bahasa dan sastra. Empat mazhab fiqih yang ada tumbuh dan berkembang pada masa Daulah Abbasiyah ini. 

Imam Abu Hanifah yang meninggal di Bagdad pada tahun 150/677M merupakan pendiri dari mazhab Hanafi. Kemudian Imam Malik ibn Anas yang banyak menulis hadits dan merupakan pendiri dari mazhab Maliki wafat di Madinah tahun 179/795M. Lalu, Muhammad ibn Idris asy-Syafi’i yang meninggal di Mesir pada tahun 204/819M merupakan pendiri dari mazhab Syafi’i, dan terakhir Ahmad ibn Hanbal yang merupakan pendiri dari mazhab Hanbali meninggal dunia pada tahun 241/855M.

Perkembangan ilmu filsafat, logika, matematika, metafisika, ilmu alam, geometri, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia juga maju dengan pesat. Pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun pengaruh bangsa Yunani sangat kuat. Di antara para penterjemah yang terkenal saat itu adalah Hanun ibn Ishak, yang merupakan seorang Kristen Nestorian yang banyak menterjemahkan buku-buku berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab. 

Diantara hasil terjemahannya adalah kitab Republik dari Plato, dan kitab Kategori, Metafisika, dan Magna Moralia dari Aristoteles. Bangsa India juga mengilhami perkembangan ilmu filasafat, kesusasteraan dan ilmu pasti dalam peradaban Islam. Misalnya Al-Khawarizmi (850M) menyusun ringkasan tentang ilmu astronomi berdasarkan pada ilmu bangsa Yunani dan bangsa India. Sejarah juga berkembang pesat pada saat itu, dengan para penulisnya seperti Ibnu Ishak, Ibn Hisyam dan at-Tabari, al-Maqrizi dan sebagainya. 

Khalifah Harun Ar-Rasyid merupakan penguasa paling kuat dan berpengaruh di dunia pada saat itu, dan tidak ada yang menyamainya dalam hal keluasan wilayah kekuasaan yang berada di bawah kekuasaannya. Begitu pula dengan kekuatan pemerintahannya serta ketinggian kebudayaan dan peradaban yang berkembang di negaranya. 

Khalifah Harun Ar-Rsyid berada pada tingkat yang lebih tinggi secara peradaban dan lebih besar kekuasaannya jika dibandingkan dengan Karel Agung di Eropa. Harun Ar-Rasyid bersahabat dengan Karel Agung untuk menghadapi pengaruh Daulah Bani Umayyah di Andalusia, sementara Karel Agung berkepentingan untuk menghadapi pengaruh Byzantium. Bagdad sebagai ibu kota pemerintahan Daulah Abbasiyah tidak ada bandingannya ketika itu, walaupun dengan Konstantinopel sebagai ibu kota Byzantium sekalipun tidak bisa menandinginya.

Pada masa pemerintahannya juga lahir seorang seniman yang sangat terkenal hingga saat ini yakni  Abu Nawas. Banyak karya seni sastra yang indah yang di hasilkan pada masa pemerintahannya seperti Alf lailah wa lailah "Seribu Satu Malam", yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi "The Arabian Night". 

Pelabuhan-pelabuhan di wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah banyak disinggahi oleh kapal-kapal dari seluruh penjuru dunia, misalnya junjung dari Cina, yang membawa barang dagangannya seperti porselen, sutera dan minyak kesturi, kemudian kapal-kapal dari India dan Nusantara (Indonesia) yang membawa barang-barang tambang, rempah-rempah dan cat. 

Batu manikin, lazuardi dan budak dibawa oleh bangsa Turki di Asia Tengah. Kemudian madu, lilin, kulit dan budak kulit putih dibawa oleh bangsa Skandinavia dan Rusia, sementara gading, emas-bubuk dan budak kulit hitan dibawa oleh bangsa dari Afrika Timur. Dari pelabuhan - pelabuhan tersebut kemudian diekspor kembali barang-barang hasil industri, perhiasan, kaca-logam, mutiara-gelas dan rempah-rempah ke Timur Jauh, Afrika dan juga Eropa.

Kota Bagdad sebagai ibu kota pemerintahan kekhalifahan Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Kemegahan dan kemakmuran negeri itu tercermin pada istana Khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Bagdad yang bundar itu dengan dilengkapi oleh bangunan-bangunan sayap dan ruang audensi yang dipenuhi dengan berbagai perlengkapan yang mewah. 

Kemewahan istana dimunculkan terutama ketika ada upacara-upacara penobatan Khalifah, perkawinan, keberangkatan haji, dan jamuan makan untuk para duta besar negara asing. Perkawinan al-Makmun, yang merupakan putra dari Khalifah Harun ar-Rasyid, dengan Buran, yang merupakan anak dari seorang wazirnya, yang bernama al-Hasan ibn Sahal merupakan proses perkawinan yang sangat mewah.

Kemunduran Daulah Abbasiyah

Sebagaimana telah dijelaskan pada artikel saya sebelumnya, masa kejayaan dinasti Daulah Abbasiyah hanya terjadi pada periode pertama saja. Setelah itu pemerintahan dinasti Abbasiyah mulai mengalami penurunan dan kemunduran. 

Beberapa faktor yang menjadi penyebab dari kemunduran itu adalah gaya hidup mewah yang terjadi pada para khalifah Bani Abbasiyah dan keluarganya serta para pejabatnya karena harta dan kekuasaan yang melimpah. 

Kondisi tersebut kemudian diperburuk oleh lemahnya posisi para khalifah, sehingga mereka kemudian berada di bawah pengaruh para pengawalnya yang berasal dari orang-orang Turki. Selain itu, dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri terhadap pemerintahan pusat, di kota Bagdad juga semakin memperburuk keadaan. 

Bahkan dinasti-dinasti seperti Bani Umayah di Spanyol dan Fatimiyah di Afrika Utara dan Mesir kini berubah menjadi saingan dari Bani Abbas. Selain itu, serangan-serangan yang dilakukan oleh pasukan salib ke Palestina yang berlangsung sangat lama dengan jatuh dan bangunnya pasukan Muslimin semakin memperlemah kekuasaan bani Abbas juga. 

Beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiya, antara lain: 
  • Kemerosotan ekonomi
  • Konflik keagamaan
  • Ancaman dari luar
Akhir dari kekuasaan Bani Abbas adalah ketika kota Bagdad dihancurkan oleh bangsa Mongol yang dipimpin oleh Jendral  Hulaku Khan, tahun 658 H/1258 M. Ia adalah saudara dari Qubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga Asia Tenggara, dan saudara dari Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat Cina itu kepangkuannya lagi. 

Kota Bagdad dibumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah bani Abbas yang terakhir dan keluarganya, al-Musta’in ditangkap dan dibunuh, buku-buku yang ada di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang semula jernih dan bersih menjadi hitam kelam karena lenturan tinta yang ada pada buku-buku tersebut.

Itulah uraian artikel tentang Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (2). Semoga bermanfaat dan berguna untuk Anda. Baca juga Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (1) untuk memperkaya pengetahuan Anda.

Posting Komentar untuk "Sejarah Kejayaan Islam Daulah Abbasiyah (2)"