Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Arti Al Ikhlas dan Cara Melatihnya

ikhlas

Definisi dan arti al ikhlas banyak yang telah mengetahuinya. Kendati demikian, mempraktikkannya tidak semudah yang dikira. Ibarat mudah terucap di lisan, tapi terasa sulit dilakukan. Jangan khawatir, jika dilatih terus insya Allah berbuat ikhlas bukan hal mustahil.

Arti Al Ikhlas

Ikhlas berasal dari kata akhlasha. Sering dimaknai sebagai jernih, bersih, murni tanpa tercampur apapun. Dalam konteks ibadah, berarti melakukan sesuatu perintah Allah Ta’ala dengan niat mencari ridha Nya tanpa berharap pujian, materi atau hal lain selain ridha Nya.

Contohnya saat melakukan shalat, kita benar-benar hanya mengharap ridha Allah Ta’ala. Tanpa dicampuri kepentingan ingin mendapat pujian orang agar dibilang sholeh, alim, dan sebagainya. Intinya segala amal perbuatan hanya untuk Allah. Tanpa imbalan apapun.

Ini berarti bersifat aktif. Pengertiannya, aktif melakukan perbuatan yang dianjurkan Quran dan Sunnah atau melaksanakan segala kebaikan yang ditujukan karena Allah Ta’ala. Bisa pula, menjauhi segala hal yang dilarang syariat semata-mata juga karena Allah. 

Bukan karena takut dengan manusia, ingin dilihat teman dan atasan, dan semacamnya. Segala amal yang dilakukan dengan ikhlas akan bermakna di sisi Allah. Sebaliknya, meski rajin melakukan amal-amal shaleh, namun bila tidak dijalankan dengan ikhlas, itu percuma. Sia-sia.

Nah menurut bahasa, ikhlas bisa diterjemahkan sebagai bersih dari kotoran. Sekaligus menjadikan segala sesuatu agar bersih dari kotoran. Secara substansi, arti ikhlas terangkum di niat yang bersih untuk mengharap ridha Allah, tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Arti al ikhlas dalam kehidupan adalah segala perkataan, perbuatan, dan tindak tanduk sehari-hari diniatkan sebagai bentuk penghambaan kita kepada Rabbul Alamin, Tuhan Semesta Alam. Sebagai Muslim, kita pun dituntut agar ikhlas menerima segala yang terjadi dalam hidup.

Substansi Ikhlas dan Implementasi Doa Iftitah

Dalam shalat, setelah Takbiratul Ihram dan sebelum membaca Al-Fatihah, disunnahkan membaca doa Iftitah, yang kutipannya: “… Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamin…”

Artinya, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku hanya semata-mata untuk Allah, Tuhan Semesta alam.” Inilah salah satu hakikat ikhlas. Apapun harus ditujukan bagi Allah.

Dalam lanjutan doa iftitah, ada kalimat yang artinya: "Tidak ada sekutu bagi-Nya", demikian aku diperintahkan dan aku adalah termasuk dalam golongan orang yang berserah diri.

Secara substansial, ikhlas dimaknai sebagai usaha untuk mengimplementasikan bacaan doa iftitah, yakni, segalanya ditujukan untuk Allah dan mengakui tidak ada ilah selain dari Nya. Faktanya, memang tak mudah dilakukan. Tapi, sekali lagi, bukan berarti tidak bisa.

Hemmm, faktor apa yang membuat ikhlas tidak mudah dilakukan? Biasanya, dalam hidup sehari-hari kita sering ‘menduakan’ Allah. Kesibukan duniawi sering mengalahkan kita. Perintah Allah belum dijadikan sebagai prioritas. Bahkan, ada yang lebih dari itu: kita masih percaya pada hal-hal yang berbau kemusyrikan. Naudzubillah.

Allah menjelaskan dalam Surat Al-Bayyinah ayat 5. Artinya: “Mereka hanya diperintah untuk menyembah kepada Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama (bukan untuk sesuatu kecuali ridha Allah) dengan lurus atau tidak bertentangan dengan syariat Rasul, mendirikan shalat dan memberikan zakat. Itulah agama yang lurus.”

Menakar Keikhlasan

Di atas, telah dibahas hakikat ikhlas. Jika dirinci lagi, arti ikhlas memiliki tiga kategori: ikhlas Abid, Muhibb atau Mubtadi’. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

1. Ikhlas Abid

Ikhlas abid bisa dikatakan beramal karena Allah dan hatinya bersih dari riya’ serta keinginan duniawi lainnya. Seluruh ibadah dilakukan hanya karena Allah dan berharap bisa meraih kebahagiaan akhirat. Orang yang memiliki tingkatan ikhlas abid sangat takut terhadap neraka dengan membuktikannya melalui ibadah yang rajin dan istiqamah.

Tapi, masih belum mampu melaksanakan ibadah yang prioritas dan urgen dilaksanakan. Baginya seluruh ibadah sama dan ia yakin segala amalnya bisa menyelamatkannya dari neraka.

2. Ikhlas Muhibb

Ikhlas muhibb dimiliki orang yang beribadah hanya karena Allah, bukan ingin surga atau takut neraka. Seluruh ibadahnya dilakukan karena semata-mata ingin memenuhi perintah Allah Ta’ala. Ia juga sangat mencintai Allah, apa yang dilakukan benar-benar karena Allah. Orang yang bisa melakukan ikhlas muhibb, betul-betul menjalankan hakikat ikhlas dengan segala bentuk penghambaan dirinya pada Allah Ta’ala.

3. Iklhas Mubtadi’

Iklhas Mubtadi’, nah ini orang yang beramal karena Allah, namun dalam hatinya masih menyimpan keinginan terhadap hiasan duniawi. Ibadahnya dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan dalam hidupnya. Jika masalahnya sudah teratasi, ia malas beribadah lagi. Istilahnya ibadah dilaksanakan karena ada maunya. Ibadah-ibadah sunnah seperti sedekah dan atau Dhuha ia tingkatkan karena ingin harapannya terkabul.

Nah kita bisa menilik diri sendiri, ibadah yang kita lakukan selama ini masuk dalam ikhlas seperti apa? Apakah, ikhlas Abid, Muhibb atau Mubtadi’.

Tantangan dan Musuh Ikhlas

Menjalankan sesuatu dengan ikhlas tidak semulus diucapkan. Banyak tantangannya. Misalnya, belum mengetahui hakikat dan makna ikhlas, belum pernah dilatih, belum terbiasa, belum mampu menahan godaan nafsu. Bisa pula lantaran kita masih kalah dengan musuh-musuh ikhlas.

Hayo, apa saja musuh-musuh ikhlas? Di antaranya, bersifat riya’, ujub, dan sombong. Ini tiga besar musuh ikhlas. Contoh riya’, segala amal yang kita lakukan bertujuan agar memperoleh selain ridha Allah: pujian, materi, dan sejenisnya. Kebaikan yang dilakukan maunya dilihat orang.

Orang yang riya’, bisa terjebak pada sifat munafik. Kenapa? Biasanya ia melakukan kebaikan di tempat umum atau yang dilihat orang. Sedangkan di tempat sepi atau sendiri, ia banyak melakukan keburukan. Semoga kita tidak termasuk golongan itu.

Sedangkan ujub, ini termasuk pula musuh ikhlas yang sangat berbahaya. Orang yang ujub merasa segala sesuatu yang diraihnya karena dirinya sendiri. Padahal Rasulullah telah mengingatkan: Seandainya kamu merasa tidak pernah berdosa, tentulah aku khawatir bahwa dosa yang lebih besar telah menimpamu, yaitu ujub, ujub. Rasulullah sampai menegaskan nya berulang-ulang.

Ujub sangat berbahaya karena menganggap segala keberhasilan yang diperolehnya hasil kesungguhan dirinya tanpa orang lain. Bahkan orang yang ujub tidak menyadari pencapaiannya itu akan binasa. Selama hidupnya, ia merasa harta, ilmu, dan segalanya didapat dari kerja kerasnya tanpa campur tangan Allah Ta’ala. Bahkan, menilai apa yang dicapainya akan abadi. Padahal tidak ada yang abadi kecuali Allah Ta’ala sendiri.

Banyak sejarah mencatat orang-orang yang ujub akan ditimpa musibah dari Allah. Misalnya, Qarun. Dirinya merasa harta dan seluruh kekayaannya didapat hasil kepintaran dan usaha kerasnya. Lalu, Allah pun menenggelamkannya ke dasar bumi. Hingga kini harta yang terpendam di dasar laut atau bumi disebut harta karun (Qarun).

Nah, musuh ikhlas yang tertinggi sombong. Bahayanya tiada tara. Penyakit ini bisa berdampak penyesalan dunia akhirat. Orang yang sombong akan dibenci penduduk langit dan bumi. Ia merasa memiliki kelebihan dibanding orang lain. Sering pula kita terjebak dengan penyakit hati ini.

Apa yang dilakukan sangat jauh dari ikhlas. Tapi, kadang, sifatnya halus. Muncul dalam diri tanpa terasa. Tanpa terdeteksi secara dini. Umumnya, ini diawal karena sifat ego yang besar. Mau menang sendiri, merasa benar dan paling sendiri. Banyak dalil dan hadits menjelaskan tentang bahaya definisi dan ancaman terhadap orang-orang yang sombong.

Tiga besar musuh ikhlas: riya’, ujub, dan sombong perlu kita telisik dalam hati. Lalu, kikis, habisi. Jika penyakit hati ini dibiarkan tentu akan menjadi bumerang yang merugikan kita sendiri. pertanyaannya: bagaimana cara menghilangkannya dan melatih agar menjadi ikhlas?

Melatih dan Menjaga Ikhlas

Memiliki hati yang ikhlas perlu proses. Tak serta merta kita bisa. Bahkan, orang yang ahli agama tak menjamin mampu menjaga ikhlas. Sebab lebih mudah melatih ikhlas dibanding menjaganya. Setiap hari, setiap saat, setan selalu menggoda manusia. Semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang, semakin besar badai dan godaan yang dihadapi.

Selain ikhlas beribadah dan beramal, kita pun perlu ikhlas menerima segala ujian dalam hidup. Biasanya ini yang paling berat. Saat kita kehilangan ponsel, misalnya. Menggerutunya minta ampun. Ini pertanda masih jauh dari ikhlas. Apalagi bila orangtua atau seseorang yang dicinta tiba-tiba meninggal dunia, wiiiih, rasanya luar biasa.

Godaan untuk ikhlas sangat berat, tapi tetap bisa dilakukan. Nah, apa saja tipsnya? Antara lain, terus melatih keihklasan dan ketulusan dalam beribadah, beramal dan menerima segala apa yang diberikan Allah.

Dimulai dengan membayangkan surga dan neraka. Lakukan segala hal karena Allah. Bila muncul lintasan pikiran untuk dipuji dan semisalnya, usahakan hilangkan. Kembali fokuskan pikiran pada Allah. Pada surga dan neraka. Berat, tapi siapapun insya Allah bisa. Bila terlanjur ada yang memuji, agama mengajarkan agar kita mengucapkan: "Rabbana wa lakal hamd".

Ketika pujian datang, segera ucapkan kalimat tersebut karena hanya Allah lah yang berhak dipuji. Jika senang dipuji, segara istighfar. Ini juga menjadi satu cara melatih ikhlas. Cara selanjutnya, sering mengingat kematian. Dengan mengingatnya, kita semakin sadar: Segalanya tidak ada yang pernah abadi, kecuali Allah.

Begitu pula untuk melatih ikhlas saat mendapat ujian. Ini juga berat, tapi juga bisa dicoba. Allah mengingatkan: Di balik kesulitan selalu ada kemudahan. Sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan. Surat Al Insyirah, telah menjamin setiap sulit akan ada kemudahan.

Bahkan, dalam Firman-Nya yang lain, disebutkan: Allah tidak akan memberi cobaan di luar kesanggupan hamba-Nya. Ini diabadikan dalam kutipan Surat Al Baqarah: La yukallifullahu nafsan illa wus’aha…

Cara lainnya, kita perbanyak istighfar dan zikir. Bukankah Allah juga menjamin dalam petikan Surat Al Anfaal: "Alaa inna bi dzikrillahi tathmainul qulub". Ketahuilah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.

Ketika ikhlas sudah bisa dilakukan, cara satu-satunya yang ampuh untuk menjaganya adalah dengan rajin berdoa agar kita bisa menjalani hidup dengan ikhlas dan istiqamah. Allah lah yang membolak-balikkan setiap hati manusia. Tanpa berdoa, tanpa meminta pada-Nya, mustahil kita bisa ikhlas, apalagi menjaganya. Semua adalah kehendak Allah.

Dan bila kita diberi kesempatan untuk ikhlas dan menjaganya atau berusaha terus untuk ikhlas, balasannya tak lain adalah surga. Insya Allah. Karena sulitnya melatih, memiliki, dan menjaga ikhlas; Allah pun memberi derajat dan ganjaran yang sangat tinggi, yakni surga. Itulah arti al ikhlas.

Wallahu a'lam Bishawab.

Posting Komentar untuk " Arti Al Ikhlas dan Cara Melatihnya"