Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IMAM MAHDI-Kedatangan Imam Mahdi Sang Juru Selamat Manusia

Imam Mahdi

Kedatangan Imam Mahdi adalah salah satu tanda utama dari "Hari Penghakiman" atau hari kiamat. Berbeda dengan tanda-tanda kecil kiamat, penampilan Imam Mahdi ke dunia merupakan sinyal bahwa "jam final" hari akhir tengah berdetak dan orang-orang yang percaya harus memastikan bahwa mereka siap untuk bertahan dalam pencobaan dan penderitaan (fitnah).

Imam Mahdi akan datang pada saat umat Islam menjadi tercerai-berai dan datang pada saat di mana tirani dan korupsi seolah hal biasa, merupakan hal lumrah dalam budaya. 

Kebiadaban akan begitu buruk di mata siapapun yang waras sehingga banyak orang akan berharap Imam Mahdi tidak dilahirkan atau bahwa jika seseorang meninggal, dia akan berharap bahwa itu adalah dia.

Kisah Imam Mahdi, seperti yang diceritakan dalam sunnah, adalah kisah tentang harapan di mana perjuangan antara haq menundukan yang batil. Orang beriman memperoleh kemenangan atas orang-orang kafir, di mana bumi dipenuhi dengan kedamaian dan keadilan karena aturan hanya datang dari Imam Mahdi. Hal ini diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri (ra) bahwa Rasulullah saw berkata:

"Pada masa terakhir dari umatku, Imam Mahdi akan muncul. Allah akan memberinya kekuasaan atas hujan, bumi akan mendatangkan buah, ia akan memberikan banyak uang, hewan ternak menjadi sehat, dan kaum beriman menjadi umat yang besar." (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak-nya, 4/557-558)

Imam Mahdi Sang Pemersatu

Kisah Imam Mahdi adalah salah satu keyakinan yang mendorong orang percaya untuk bekerja demi kesatuan umat Islam dan keadilan Islam melalui pendirian Khilafah serta penerapan syariah sebagai eksesnya. 

Dengan demikian, banyak orang percaya dan mengetahui bahwa suatu hari nanti seluruh dunia akan diterangi oleh cahaya Islam dan kepalsuan akan lenyap.

Tapi sampai hari itu datang, dia harus mengambil dorongan dari basharat (kabar gembira) dari Rasulullah SAW, dan berusaha serta bekerja untuk Islam mengikuti sunnah Rasulullah.

Kiranya, pantas kita merasa sedih apabila ada semacam situasi pada beberapa kaum yang meyakini kisah Imam Mahdi ini, tetapi mereka malah bersikap seenaknya. 

Imam Mahdi dijadikan alasan dan pembenaran untuk tidak bertindak apa-apa, alias mengambil pandangan fatalistik bahwa kita sebagai umat tidak bisa, dan bahkan seharusnya tidak melakukan apa-apa tentang situasi korup sampai Imam Mahdi muncul di akhir zaman dan menetapkan Khilafah. 

Jelas, ini bukan pesan sebenarnya dari para sahabat yang mengambil dan menukil kisah tentang Imam Mahdi, ketika mereka mendengar cerita langsung dari bibir Rasulullah SAW. Mereka mendengar cerita ini dan mereka mengambil pelajaran. Mereka bekerja tanpa lelah untuk memastikan bagian mereka atas peradaban yang baik.

Pertama, di Makkah, dalam rangka membangun negeri yang Islami bagi bangsa Quraisy dan kemudian setelah berdirinya di Madinah untuk mengkonsolidasikan dan memperluas pengaruh kabilah Arab.  

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, para sahabat ditunjuk menjadi pemimpin umat yang memperpanjang otoritas bangsa Arab lebih jauh lagi, sampai cahaya Islam telah menyebar ke bagian besar dunia. Jadi sangatlah keterlaluan, memaksakan suatu pandangan bahwa kedatangan Imam Mahdi dapat menjadi alasan untuk membiarkan kondisi masyarakat ke realitas korup.

Memang, jika menganalisis laporan otentik tentang kedatangan Imam Imam Mahdi dari kedua titik kenabian dan hukum pandang kita, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pemimpin umat tidak akan ditetapkan oleh Imam Mahdi, tetapi ia akan menjadi pemimpin umat yang datang setelah hilangnya banyak pemimpin umat. Dengan kata lain, cara umat Islam dalam bernegara akan telah dibentuk oleh kaum muslim sebelum kedatangan Imam Mahdi.

Umat Islam dalam masalah kepemimpinan akan selalu bersengketa. Dapat dinyatakan bahwa sengketa akan berlangsung pada kematian setiap pemimpin umat atau hancurnya daulah yang dipimpin umat Islam. 

Umat Islam sendiri sebenarnya pada abad 21 sekarang ini merupakan kategori yang sangat cair karena berkaitan dengan puluhan klaim yang menyatakan bahwa kaumnya lebih Islam dari yang lain, sehingga Mahdi akan datang pada kaumnya.

Dari perspektif hukum syar'i atau hadits yang menuturkan secara detail munculnya Imam Mahdi sama sekali tidak ditetapkan aturan syariah apa pun untuk realitas umat Islam pada hari Mahdi tiba. Karena realitasnya umat Islam kekinian berhubungan dengan suatu situasi berbeda ketika Khilafah tegak berdiri di masa lampau.

Hukum syar'i mengalami pergeseran yang jauh lebih apresiatif pada zamannya. Walau aturan terbaik kadang terhalangi pula oleh aturan lampau yang mengacu pada zaman Khulafaur Rasyidin atau Tabiin, di mana aturan tersebut ditetapkan untuk selalu dipakai di segala zaman.

Hal yang unik, zaman para Khulafaur Rasyidin maupun para Tabi'in saling mengubah satu sama lain untuk menyesuaikan zamannya sendiri. Aturan datang untuk manfaat (realitas yang menyinggung hukum) yang membutuhkan penguasa menjadi alasan utama kenapa umat begitu resah menantikan akankah Imam Mahdi yang tiba benar-benar membawa hukum Tuhan sebenarnya.

Realitas hukum positif manusia yang dikembangkan dengan landasan maqashid, terkadang pula harus berhadapan dengan para muslim regresif yang kurang menyukai aturan tersebut. Mereka meminta aturan sejati yang lebih literal sebagaimana para sahabat dahulu membuat hukum-hukum pada masa Kekhalifahan.

Imam Mahdi dan Sang Khalifah

Imam Mahdi

Kedatangan Imam Mahdi yang dinanti-nantikan kaum Ahlussunnah Waljamaah, dengan sedikit perbedaan sebagaimana yang diyakini orang Syiah sebagai Imam 12, barangkali karena kekuasaan mengenai konsep real dan waktu.

Namun ada kalanya penantian itu dirusak sendiri ritme dan feelnya oleh sekelompok umat Islam (yang tidak membutuhkan Imam Mahdi). Karena bagi mereka hukum syariah sejati bisa dilaksanakan tanpa menunggu kedatangan manusia secara "simsalabim".

Bagi kelompok-kelompok ini, ada beberapa hukum syar'i harus berdasarkan dan didasarkan atas keberadaan Khilafah. Jika tidak ada Khilafah, tidak ada syariah Islam. Dalam hal ini, Imam Mahdi merupakan tokoh fiksi dibandingkan tokoh asli. Hadits yang populer di antara kelompok-kelompok penganut keyakinan ini adalah sebagai berikut:

"Barang siapa mati tanpa bay'ah pada Imam, pada lehernya, maka dia  mati bagaikan mati jahiliyah." (H.R. Muslim)

Hadits ini menjelaskan makna tersirat suatu kondisi yang serba ditegaskan, bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk hidup tanpa kehadiran pemimpin umat, yang bagi kelompok ini adalah keberadaan khalifah dan kekhilafahan mutlak.

Mereka menolak republik, mereka menolak kerajaan, mereka menolak demokrasi, dan mendambakan khilafah walau pada beberapa periodenya khilafah itu berbentuk republik, berbentuk kerajaan, dan mendasarkan diri pada beberapa prinsip demokrasi.

Pernah pula hukum kekhalifahan begitu cair pada masa Umayyah dan mengikutsertakan prinsip kodifikasi hukum dan perangkat hukum yang telah ada sebelumnya, dari Persia, Yunani, atau Romawi. 

Bahkan kebiasaan itu diteruskan pada masa Abbasiyah dan semakin mencair atau loose tight pada masa Utsmaniyah, yang lebih menyukai pendekatan sufistik Islam dibandingkan syariah.

Bagi kelompok yang berusaha menegakan khilafah ini, menjadi wajib bagi muslim bekerja untuk kehadiran khilafah. Khalifah yang akan memerintah dengan adil dan bekerja untuk menghapus penderitaan umat Islam di seluruh dunia. 

Sementara, kedatangan Imam Mahdi bukanlah topik yang penting bagi kelompok ini. Mahdi tidak harus ada karena khilafah itu harus diupayakan dari zaman ke zaman. Hal yang bisa diambil dari Imam Mahdi adalah semangat mendirikan khilafahnya dan bukan yang lain.

Pertanyaannya, apakah kelompok Islam memang mendasarkan diri pada Mahdi sebagai pseudo? Tampaknya tidak juga. Keberadaan Imam Mahdi, baik Sunni dan Syiah kebanyakan, adalah sebuah keniscayaan sebagaimana hari kiamat yang akan datang. Dengan atau tanpa berdirinya khilafah versi kelompok-kelompok ini.

Posting Komentar untuk " IMAM MAHDI-Kedatangan Imam Mahdi Sang Juru Selamat Manusia"