Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

 

Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah - Dengan kebangkitan Dinasti Abbasiyah ke panggung kekuasaan pada 750M, sejarah Islam memasuki fase baru. Sejak masa ini berakhirlah riwayat entitas politik Islam yang didominasi oleh golongan aristokrasi Arab. 

Sebaliknya, sejak periode ini pula kaum muslim Arab dan non-Arab bergandengan tangan. tidak hanya dalam menegakkan entitas politik Islam, tetapi juga membangun dan mengembangkan peradaban Islam. Para khalifah Dinasti Abbasiyah sendiri berusaha membangun suatu entitas politik Islam universal berdasarkan prinsip kesetaraan antara kaum muslim Arab dan non-Arab.

Dalam kaitan itulah pada masa Dinasti Abbasiyah banyak kalangan mawali mulai memasuki angkatan bersenjata dan pemerintahan, sehingga mencapai kedudukan penting, seperti panglima dan wazir (perdana menteri). 

Terdapat pula di antara mereka yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada pengembangan berbagai cabang keilmuan, sehingga mencapai tingkat ulama dan pemikir terkemuka. Dengan begitu, kaum mawali mempunyai peranan penting dalam memajukan peradaban Islam.

Karakter utama tatanan sosial-politik Abbasiyah adalah kosmopolitanisme. Sifat ini berkaitan erat dengan asal-usul kebangkitan Dinasti Abbasiyah itu sendiri ke singgasana kekuasaan. Revolusi Abbasiyah selalu menekankan semangat universalisme, yang pada gilirannya mengejawantah di dalam tatanan sosial politik yang tumbuh dan berkembang seusai revolusi. 

Golongan aristokrat militer Arab yang dominan pada masa Dinasti Umayyah kini digantikan oleh kelompok aristokrat baru yang merupakan semacam gabungan kalangan Arab dan non-Arab, khususnya orang Persia. 

Diskriminasi sosial dalam batas tertentu masih ada, tetapi tidak lagi berdasarkan asal-usul etnisitas Selain itu. kekayaan. kekuasaan dan kedudukan sosial tidak lagi didominasi golongan Arab, karena kalangan non-Arab juga mulai merambah ke dalam bidang-bidang ini. 

Hasilnya, kaum aristokrat lama pribumi kini diterima golongan Arab ke dalam kemitraan sepenuhnya. Perbedaan atau gap antara para penakluk dan yang ditaklukkan juga semakin menghilang.

Selanjutnya, golongan aristokrasi yang baru muncul tersebut pada hakikatnya lebih bersifat sipil daripada militer, sebagaimana yang terdapat pada masa Dinasti Umayyah. 

Kosmopolitanisme Abbasiyah terlihat lebih jelas dalam peranan yang dimainkan orang Persia. Mereka adalah kelompok non-Arab yang paling dominan bahkan sejak saat dimulainya Revolusi Abbasiyah. 

Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau setelah Dinasti Abbasiyah terbentuk, orang Persia merupakan lapisan yang paling banyak di dalam angkatan bersenjata dan birokrasi. Orang Persia juga berperanan penting dalam perkembangan aspek budaya dan peradaban Islam.

Pada pihak lain, golongan Arab tetap merupakan unsur yang khas dalam masyarakat Islam, tidak hanya pada masa awal Dinasti Abbasiyah, tetapi juga sampai waktu-waktu lebih akhir. Meskipun kebanyakan aristokrasi Arab yang asli semakin terasimilasi ke dalam masyarakat lokal, terutama di wilayah sekitar pusat kekuasaan Abbasiyah, kabilah dan kelompok masyarakat Arab tertentu tetap mempertahankan kemurnian kearaban mereka.

Penggolongan kelompok Arab dan non-Arab, khususnya Persia, dalam Dinasti Abbasiyah jelas tidak perlu dibesar-besarkan. sebab pada saat yang sama kedua kelompok itu juga menjalin kerjasama yang harmonis dalam suasana kosmopolitanisme Abbasiyah. 

Kerjasama kedua kelompok besar ini terlihat jelas pada tradisi Dinasti Abbasiyah itu sendiri. Khalifah yang merupakan keturunan keluarga Nabi Muhammad SAW yakni Bani Hasyim. secara kokoh mempertahankan identitas Arabnya. 

Para khalifah Abbasiyah di masa awal dinasti mendidik anak-anak mereka bukan hanya tentang Islam, tetapi juga mengenai sastra dan tradisi Arab. Para khalifah setelah Khalifah Harun ar-Rasyid (memerintah 786-809) yang mempunyai ibu non-Arab tetap mempertahankan identitas Arab mereka melalui garis ayah. 

Lebih jauh, khalifah Abbasiyah lebih senang memiliki pengawal dan pengiring keturunan bangsawan Arab. Orang Arab juga merupakan bagian terbesar angkatan bersenjata Abbasiyah awal. meskipun kemudian mereka lebih banyak menjadi militer cadangan. Dengan cara seperti ini para khalifah Abbasiyah mempertahankan warna Arab dalam penampilan dinasti mereka.

Tradisi politik yang dikembangkan Dinasti Abbasiyah ini berbeda jauh dengan tradisi politik Islam pada masa sebelumnya. Khalifah pertama (al-Khulafa' ar-Rasyidun) di Madinah menerapkan tradisi politik yang sederhana. sesuai dengan tradisi dan kebudayaan Arab yang serba bersahaja. 

Para khalifah ini tidak mempertahankan jarak dengan warga Negara, bahkan akses untuk menemui mereka secara langsung sangat mudah dan terbuka. Mengikuti contoh Nabi Muhammad SAW, mereka mengambil keputusan-keputusan setelah bermusyawarah secara hati-hati dan seksama dengan anggota terkemuka umat.

Strata sosial perkotaan Abbasiyah: 

1. Golongan elit (khassah): aristocrat, bangsawan (a’yân), dan penguasa (amîr). 

2. Golongan orang kebanyakan (âmmah): sebagian besar warganegara, termasuk orang kaya.

KEMAKMURAN EKONOMI ADALAH BASIS PERADABAN ISLAM

Perluasan wilayah kekuasaan Islam, selain menimbulkan perubahan penting dalam kehidupan sosial-politik, seperti dikemukakan di atas, juga menimbulkan perubahan mendasar dalam kehidupan ekonomi. 

Konsolidasi kekuasaan kaum muslim di dalam satu kekuasaan kekhalifahan telah menggerakkan perubahan besar tidak hanya dalam kehidupan ekonomi di wilayah kekuasaan Islam, tetapi juga menimbulkan perubahan penting dalam pertanian, usaha komersial, dan perdagangan Internasional

Terwujudnya kekuasaan kekhalifahan tunggal, lebih jauh lagi, memungkinkan transformasi wilayah amat luas, yang terbentang dari perbatasan Cina dan Lautan Hindia di sebelah timur sampai ke pesisir Lautan Atlantik di sebelah barat, menjadi satu unit ekonomi raksasa yang tunggal. 

Manfaat yang diperoleh dari kenyataan ini amat luar biasa. Terdapat setidak-tidaknya tiga konsekuensi ekonomis dari kenyataan ini: 
  • Pertama, Komoditas yang diproduksi di satu tempat tertentu dapat tersedia di tempat lain sehingga mendorong terciptanya keseragaman barang (consumergoods) di antara orang yang berada dalam wilayah yang begitu luas.
  • Kedua, Pusat kekuasaan muslim yang terletak di Timur Tengah memungkinkan terjadinya penyebaran inovasi teknologi ke tempat lain yang jauh.
  • Ketiga, terjadinya kemajuan transportasi, navigasi teknis serta terapannya, pembuatan kapal, dan kartografi serta geografi.
Sebagaimana diisyaratkan di atas, industri yang paling sukses berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah penenunan tekstil yang mencakup produksi kain, bahan pakaian, dan karpet. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam industri adalah kapas, sutera, dan wol. 

Semua bahan ini terdapat dalam jumlah yang melimpah di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Industri lain yang juga berkembang pesat adalah barang pecah-belah, keramik, dan parfum. Juga berkembang industri kertas yang diambil alih dari Cina sejak masa awal Dinasti Abbasiyah.

Adalah Dinasti Abbasiyah yang memperoleh paling banyak manfaat dari perkembangan ekonomi yang terjadi setelah ekspansi kekuasaan kaum muslim. 

Selesainya perluasan kekuasaan muslim di Timur Tengah secara relatif mendatangkan manfaat besar di bidang ekonomi yang sepenuhnya hanya bisa diwujudkan setelah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. 

Yang terpenting adalah bahwa perluasan kekuasaan mendatangkan kemakmuran bagi perbendaharaan negara (baitulmal). Pada masa sebelumnya. kekayaan ini pada umumnya dikuasai kaum aristokrat dan tuan tanah. 

Dengan penguasaan kekayaan oleh negara, maka dimungkinkanlah terjadinya sirkulasi kekayaan dan dengan demikian, kemakmuran secara lebih merata.

Dengan kemakmuran perbendaharaan negara, maka kekhalifahan mampu mernbayar tentara dan pegawai sipil dengan baik, mereka juga menerima pensiun yang rata-rata besarnya dua kali lipat dari penghasilan perajin yang ahli. 

Sebagian gaji dan pensiun itu kemudian diinvestasikan dalam usaha kerajinan dan perdagangan. Sehingga menciptakan semacam kerjasama ekonomi antara pegawai negeri dan kaum wiraswasta. Pola ini pada gilirannya berperan penting dalam mendorong kemajuan industri dan perdagangan.

Industri dan perdagangan di masa Abbasiyah sebagian besar berada di tangan pemerintah, seperti produksi senjata, kertas, dan pembuatan bahan kain mewah. Industri lain pada prinsipnya bebas. Namun demikian, ada komoditas yang harus disuplai oleh produser kepada pemerintah dan karenanya terikat kepada ketentuan pemerintah.

KESIMPULAN

Kejayaan daulah Bani Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid (170-193 H/78-809 M) dan anaknya, al-Makmun (198-218 H/813-833 M). ketika ar-Rasyid memerintah, Negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walau ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.

Sebab-sebab kemunduran Abbasiyah adalah hidup mewah yang terjadi pada para khalifah Abbas dan keluarganya serta para pejabatnya karena harta kekuasaan yang melimpah dari hasil wilayah yang luas.

Faktor-faktor yang lain yang menyebabkan dinasti Abbas menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan antara satu sama lain. 

Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Persaingan antar agama
  • Kemerosotan ekonomi
  • Konflik keagamaan
  • Ancaman dari luar
Industri dan perdagangan di masa Abbasiyah sebagian besar berada di tangan pemerintah, seperti produksi senjata, kertas, dan pembuatan bahan kain mewah. Industri lain pada prinsipnya bebas. Namun demikian, ada komoditas yang harus disuplai oleh produser kepada pemerintah dan karenanya terikat kepada ketentuan pemerintah.

Itulah ulasan artikel mengenai  Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah. Semoga artikel ini bermanfaat dan berguna untuk Anda.

Posting Komentar untuk " Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah"