Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ibu Atau Istri Yang Harus Lebih Di Utamakan? Bagaimana Menurut Islam?

Ibu Atau Istri Yang Harus Lebih Di Utamakan? Bagaimana Menurut Islam?
image via freepik

Ibu Atau Istri Yang Harus Lebih Di Utamakan? Bagaimana Menurut Islam? Seorang suami memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar, yakni sebagai kepala keluarga dan juga sebagai imam bagi istrinya. Karena seorang istri sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab suami, maka baik dan buruknya istri menjadi tanggung jawabnya. 

Namun demikian, walaupun memiliki tanggung jawab yang begitu besar kepada anak dan istrinya, seorang suami juga tetap berkewajiban untuk menafkahi kedua orangtuanya. Mengapa demikian? Karena orangtua adalah tanggung jawab dari seorang anak laki-laki (suami).

Pertanyaannya kemudian, jika di hadapkan kepada sebuah pilihan yang sangat sulit bagi seorang suami, mana yang lebih dahulu harus di utamakan, apakah Ibunya ataukah istrinya? Bagaimana pandangan dan tuntunan agama Islam dalam persoalan ini?

Untuk mengetahui jawabannya, silahkan baca artikel berikut ini hingga tuntas, sehingga Anda akan mendapatkan pemahaman lsecara mendalam terkait dengan persoalan  tersebut.

Bertolak dari sebuah hadits dari Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wassalam, Beliau pernah bersabda:

"Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita? Rasulullah SAW menjawab: "Suaminya" (apabila sudah menikah). Kemudian Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertanya lagi: "Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki? Rasulullah SAW menjawab: "Ibunya," [HR. Muslim].

Dari hadist tersebut diatas, sangat jelas maknanya bahwa ibu adalah tanggung jawab dari anak laki-laki (suami). Namun apa yang terjadi sekarang pada umumnya sudah sangat berbeda dari tuntunan Rasulullah SAW tersebut. Seorang suami sepenuhnya dimiliki oleh istri sehingga terkadang melupakan Ibunya. Padahal dia juga tahu bahwa ibunya merupakan tanggung jawabnya untuk memberikan nafkah kepadanya.

Pun sebaliknya, saat ini banyak kaum wanita yang tidak mengerti dan tidak peduli dengan hal tersebut. Mereka beranggapan bahwa suaminya harus lebih bertanggung jawab terhadap keluarganya daripada ibunya. Sungguh sangat memprihatinkan melihat kenyataan ini, karena mereka tidak didik untuk mempelajari hal tersebut oleh orang tuanya sehingga mereka kemudian lupa bahwa suaminya masih memiliki tanggung jawab yang lebih utama dari dirinya, yaiyu Ibunya.

Dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, dia berkata; "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata: "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?" Rasulullah SAW menjawab: "Ibumu."Dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" beliau menjawab: 'Ibumu." kemudian dia bertanya lagi; "kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW menjawab: 'Ibumu.' Lalu dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" Rasulullah SAW kemudian menjawab: "Kemudian ayahmu." [HR. Bukhari no.5971 dan Muslim no.2548]

Maka sebaik - baik istri adalah dia yang mendukung apa yang dilakukan oleh suaminya yaitu memberikan nafkah kepada Ibunya, karena itu merupakan perintah dari Allah SWT dan juga perintah dari Rasulullah SAW. Dengan demikian harus di pahami bahwa menikahnya seorang laki - laki tidak akan menghilangkan kewajibannya terhadap Ibunya.

Seorang ibu yang shaleh, insya Allah akan melahirkan anak - anak yang shaleh hingga kelak akan menjadi seorang suami yang shaleh pula. Sedangkan seorang istri yang shalehah akan menjadikan rumah tangga suaminya penuh dengan cinta dan kasih sayang, dia akan membantu suaminya dalam menjalankan perintah dan ketaatan kepada Allah SWT dan memenuhi kewajiban suaminya kepada Ibunya. Dia tahu bahwa dirinya sebagai seorang wanita adalah milik suaminya dan seorang laki-laki (suaminya) adalah milik ibunya.

Seorang istri tidak perlu merasa cemburu kepada orang tua suaminya (Ibu mertuanya), karena dia adalah wanita yang telah melahirkan suaminya. Seorang Istri yang shalehah tidak akan menghalang - halangi bakti suami kepada kedua orangtuanya, terutama Ibunya. Karena berbakti kepada orangtua adalah kewajiban besar yang diperintahkan Allah SWT. 

Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran surah Al-Isra’ ayat ke 23 sebagai berikut:

 وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya:

"Dan Tuhanmu telah memerintahkanmu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan “Ah” kepada keduanya. dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia,"[QS. Al-Isra’: 23].

Dari ayat tersebut diatas, sangat jelas perintah dari Allah SWT bagi seorang anak untuk berbakti kepada orangtuanya. Jadi seorang istri yang salehah harusnya menyadari akan kewajiban dari suaminya untuk berbuat baik dan memberikan nafkah kepada kedua orangtuanya, terutama Ibunya.

Pada prinsipnya, jika seorang istri berbuat baik kepada mertuanya, dan menganggap mereka sebagai orangtuanya sendiri, maka mertuanya pun akan baik kepadanya. Oleh karena itu, maka seorang istri haruslah patuh dan taat kepada perintah suaminya, karena suaminya adalah imam baginya. Demikian pula dengan seorang suami, sudah semestinya menyayangi dan memuliakan istrinya, agar keluarganya menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah.

Rasulullah SAW pernah berkata,

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

Artinya:

"Seandainya aku (dibolehkan) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya." [HR. Muslim]

 Hak Ibu Terhadap Anak Laki-Lakinya Yang Sudah Menikah

Ibu Atau Istri Yang Harus Lebih Di Utamakan? Bagaimana Menurut Islam?
image via freepik

Sebelum menikah, seorang anak baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kewajiban yang besar kepada kedua orang tuanya, terutama kepada ibunya.

Dan bilamana kemudian seorang anak laki-laki telah menikah, maka kewajiban berbakti kepada ibunya tidak hilang, karena seorang suami adalah hak ibunya dan bukan istrinya.

Pertanyaan, lalu bagaimana dengan anak perempuan yang telah menikah? Bagi anak perempuan yang telah menikah, maka dia menjadi haknya suami. Artinya seorang istri berkewajiban berbakti pada suaminya. Karena setelah Ijab kabul, berpindahlah hak dan kewajiban seorang ayah kepada suami dari anak wanitanya.

Begitu besar kewajiban seorang istri untuk berbakti pada suaminya, sampai Rasulullah SAW mengatakan hal seperti yang terdapat dalam hadits diatas.

Kemudian dalam riwayat yang lain di ceritakan bahwa ada seseorang yang datang, disebutkan namanya Muawiyah bin Haydah r.a., bertanya: "Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?"

Rasulullah SAW menjawab: "Ibumu." Dengan diulang tiga kali pertanyaan dan jawaban tetap seperti itu.

Pengulangan kata "Ibu" sampai tiga kali menunjukkan bahwa ibu lebih berhak atas anaknya dengan bagian yang lebih lengkap, seperti al-bir (kebajikan), dan ihsan (pelayanan). 

Ibnu Al-Baththal mengatakan:

"Bahwa ibu memiliki tiga kali hak lebih banyak daripada ayahnya. Karena kata "ayah" dalam hadits disebutkan sekali sedangkan kata "ibu" diulang sampai tiga kali

Hal tersebut tentu sangat bisa dipahami, karena seorang Ibu begitu merasa kerepotan ketika hamil, melahirkan, menyusui dan mendidik anak - anaknya.

Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh seorang ibu, dengan berbagai penderitaannya, kemudian ayah menyertainya dalam pendidikan, pembinaan, dan pengasuhan terhadap anak - anaknya.

Allah SWT telah berfirman dalam surah Luqman ayat ke 14, sebagai berikut:

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Artinya:

"Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun –selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun–, bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." [QS. Luqman: 14]

Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dalam kitab Al-Adabul Mufrad, demikian juga Ibnu Majah, Al Hakim, dan menshahihkannya dari Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

"Sesunguhnya Allah swt. telah berwasiat kepada kalian tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ayah kalian, kemudian berwasiat tentang kerabat dari yang terdekat."

Hal tersebut memberikan kesan untuk memprioritaskan kerabat yang didekatkan dari sisi kedua orang tua daripada yang didekatkan dengan satu sisi saja. Memprioritaskan kerabat yang ada hubungan mahram daripada yang tidak ada hubungan mahram, kemudian hubungan pernikahan.

Ibnu Baththal menunjukkan bahwa urutan itu tidak memungkinkan memberikan kebaikan sekaligus kepada keseluruhan kerabat.

Dari hadits tersebut dapat diambil pelajaran tentang ibu yang lebih diprioritaskan dalam berbuat kebaikan dari pada ayah.

Hal ini dikuatkan oleh hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yang menshahihkannya, dari Aisyah r.a. berkata:

"Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, "Siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita?" Jawabnya, "Suaminya.", "Kalau atas laki-laki?" Jawabnya, "Ibunya."

Demikian pula apa yang diriwayatkan Al-Hakim dan Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang bertanya:

"Ya Rasulallah, sesungguhnya anak laki-lakiku ini, perutku pernah menjadi tempatnya, air susuku pernah menjadi minumannya, pangkuanku pernah menjadi pelipurnya. Dan sesungguhnya ayahnya menceraikanku, dan hendak mencabutnya dariku." Rasulullah SAW bersabda, "Kamu lebih berhak daripada ayahnya, selama kamu belum menikah."

Maksudnya menikah disini adalah menikah lagi dengan lelaki lain, dan bukan ayahnya, maka wanita itu yang berhak untuk meneruskan pengasuhannya, karena ialah yang lebih spesifik dengan anaknya, lebih berhak baginya karena kekhususannya ketika hamil, melahirkan dan menyusuinya.

Demikianlah uraian artikel tentang Ibu Atau Istri Yang Harus Lebih Di Utamakan? Bagaimana Menurut Islam? Semoga srtikel ini bisa menjadi tambahan wawasan dan pengetahuan untuk Anda.

Posting Komentar untuk " Ibu Atau Istri Yang Harus Lebih Di Utamakan? Bagaimana Menurut Islam?"