Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Negara Indonesia vs Negara Agama - Menurut Pendapat Gus Dur


Negara Indonesia vs Negara Agama - Menurut Pendapat Gus Dur
image via instagram@tokobukukabarkampus

Masih dengan artikel yang membahas tentang sosok Almarhum Kyai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur), seorang sosok kyai dan ulama yang sangat di hormati di kalangan umat Islam, terutama di kalangan Nahdiyin.

Menurut pandangan Gus Dur, negara Republik Indonesia ini kalau diserang oleh musuh yang berasal dari luar negeri harus dipertahankan sampai mati, sebagaimana perintah agama. "Wajib hukumnya mati di situ, surga (syahid).  Apa artinya itu? Republik Indonesia kok wajib dipertahankan? Padahal kan bukan negara Agama?" kata Gus Dur.

Sebagaimana disampaikan oleh Kyai Subadar, peranan kyai-kyai di dalam perjuangan bangsa kita antara lain:
  • Pertama, merebut kemerdekaan
  • Kedua, mempertahankan kemerdekaan
  • Ketiga, mengisi kemerdekaan

Jadi, kemerdekaan bangsa Indonesia itu direbut. Pada tahun 1935 dalam Muktamar Nahdlatul Ulama di Banjarmasin, tepat sepuluh tahun sebelum proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, para Kyai NU telah membahas hal tersebut dalam wadah yang disebut Bahtsul Masail.

Pembahasan masalah berjuang merebut kemerdekaan,  pertanyaannya begini: apakah wajib bagi kaum muslimin di Indonesia mempertahankan kawasan Hindia-Belanda? Ketika itu kita sedang dijajah oleh Belanda, sehingga nama Indonesia masih disebut sebagai Hindia-Belanda.  Siapa non-muslimnya di situ? Yaitu orang-orang Belanda, lalu apakah wajib untuk dipertahankan?

Padahal ketika itu yang memerintah di Hindia Belanda bukanlah orang Islam, tapi orang non-muslim. Jawaban para ulama, karena jujur maka jawaban para ulama itu seperti yang disampaikan oleh Kiai Subadar tadi,  "Qulil haqqa walau kaana murran".  Bicaranya yang benar, meskipun pahit apa hukumnya? Wajib, walaupun kita tidak suka pada (penjajah) Belanda tapi karena memang hukumnya begitu maka wajib.  Lha kenapa wajib? Karena disini dulu ada sebuah Kerajaan Islam,  ini dasarnya (kitab) Bughyatul Mustarsyidin, yang merupakan salah satu kitab yang digubah oleh ulama.  Kecuali itu kaum muslimin di Indonesia bebas menjalankan ajaran agama mereka sampai sekarang, bukan pemerintah, melainkan kaum muslimin itu sendiri.

Lebih lanjut Gus Dur mengatakan, saya tanya Anda sekalian: "Anda semua itu kalau jumatan ada undang-undangnya atau tidak? tidak ada undang-undangnya, akan tetapi kalau waktunya shalat jumat, dung! dung! dung! kemudian tanpa di perintah Anda berangkat sendiri ke Masjid. Semua hal ditinggalkan, berangkat jum'atan karena itu merupakan perintah syariat bukan perintah negara.  Maka dari itu, tidak wajib negara Islam itu.  Dalam pandangan Islam, Negara Agama wajib adanya akan tetapi tidak wajib sebagai Negara Islam.

Maka NU atau ulama itu dari dulu memang tugasnya merumuskan perkara yang benar meski tidak enak untuk diri kita sendiri.  Inginnya para kyai-kyai itu bikin negara islam, akan tetapi akhirnya ya, tidak wajib karena memang menurut agamanya begitu. PBNU itu pernah memutuskan "Resolusi Jihad" ketika Negara Indonesia diserang oleh musuh dari luar. Negara Indonesia harus dipertahankan sebagaimana perintah agama wajib hukumnya! mati dalam (mempertahankan) itu, surga (syahid) apa artinya itu? Republik Indonesia kok wajib dipertahankan? Padahal Indonesia bukanlah Negara Agama.

Di sinilah (peran) dari para ulama. Ulama itu tugasnya memikirkan kepentingan bangsa dan negara tidak memikirkan kelompoknya sendiri - sendiri. Maka dari itu, ulama itu, difirmankan sebagai orang yang paling takut kepada Allah SWT di antara para hamba Allah SWT yang lain.  "innama yakhsyallaaha min 'ibaadihil". Ulama sesungguhnya orang yang takut pada Allah di antara hamba Allah sendiri, yaitu ulama.

Peran dari para ulama yang lain yaitu membuat akhlak yang mulia, kenapa? Karena para ulama itu adalah pewarisnya Nabi. "al-ulama waratsatul anbiyaa". Pertanyaannya adalah apa yang diwariskan Nabi? apakah hartanya? padahal Nabi itu hidupnya melarat. Hanya ada satu Nabi yang kaya raya, yaitu Nabi Sulaiman AS.  Ketika beliau wafat, kemudian hartanya diberesi oleh jin-jin, dan hilang semua, tak terlihat jadi yang diwarisi itu umumnya bukan harta tapi akhlak, karena apa? Itu adalah tanda keunggulan Nabi. " wainnala la'alla khuluqin 'adziim." sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memakai akhlak yang mulia yaitu itu Qu'ran yang berbicara.

Maka dari itu kita melihat, ketika ulama itu paling takut dengan pelanggaran akhlak. Tidak ada ceritanya kemudian pesantren tawuran. Tidak adanya pesantren tawuran itu karena dijaga akhlaknya. Antara  kyai yang satu dengan kyai yang lain kadang tak cocok dalam pendapatnya, tetapi tetap saja lahir-nya baik - baik saja.  Maka dari itu, memisahkan negara dari agama itu tidak apa-apa menurut Muktamar NU dan  menurut para ulama.

Di Indonesia sendiri ada banyak orang dengan bermacam-macam keyakinan dan agamanya masing - masing. Ada Kristennya, ada Katholiknya, ada Budhanya, ada Hindunya, ada Konghucunya, dan sebagainya.  Maka kemudian jadilah itu negara Republik Indonesia.  Sebab-sebab berdirinya negara yaitu bisa mempertahankan keragaman, dan kebhinekaan (perbedaan).

Demikianlah uraian artikel tentang Negara Indonesia vs Negara Agama - Menurut Pendapat Gus Dur. Semoga artikel ini memberikan sedikit pencerahan kepada Anda semua.

Posting Komentar untuk "Negara Indonesia vs Negara Agama - Menurut Pendapat Gus Dur"