Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Sejarah Walisongo: Kisah Sunan Kalijaga, Wali yang Bijaksana dan Merakyat

kanjeng-sunan-kalijaga

Sunan Kalijaga merupakan salah satu penyebar agama Islam di Jawa yang dikenal dengan nama Walisongo. Anda pernah mendengar Walisongo bukan? Walisongo adalah para penyebar agama Islam di Jawa yang beranggotakan sembilan orang, sehingga Walisongo dinamakan juga sembilan wali.

Nah, Sunan Kalijaga merupakan wali yang ke-9 dari Walisongo. Sunan Kalijaga terkenal dengan cara dakwahnya yang merakyat dengan masyarakat Jawa pada waktu penyebaran agama Islam di Jawa berlangsung.

Sunan Kalijaga bukanlah satu-satunya yang berdakwah menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Bersama dengan ke-8 wali yang lainnya, Sunan Kalijaga bahu-membahu menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa dengan paham keagamaan yang bernapas sufistik yang berdasarkan salaf.

Sunan Kalijaga – Sunan Ke-9 dari Walisongo

Sunan Kalijaga merupakan wali yang memiliki usia cukup panjang, yakni sampai menginjak usia 100 tahun. Itu artinya Sunan Kalijaga pernah mengalami kekuasaan Kerajaan Majapahit, yang runtuh pada 1478, sedangkan Sunan Kalijaga lahir pada 1450.

Sepanjang masa 100 tahun tersebut sudah tentu memiliki kisah yang panjang, berikut perjuangan Sunan Kalijaga saat menyebarluaskan ajaran agama Islam di tanah Jawa. 

Sunan Kalijaga ketika menyebarluaskan ajaran agama Islam ke tengah-tengah masyarakat Jawa dengan cara yang arif dan bijaksana. Masyarakat Jawa yang kala itu sangat menyenangi kesenian wayang, tidak dilarangnya dengan frontal. Justru kesenian wayang tersebut dijadikan Sunan Kalijaga sebagai media untuk mengambil hati masyarakat. Dengan demikian Sunan Kalijaga tidak menyakiti atau menyinggung perasaan masyarakat. 

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1450 di Tuban. Pada saat dilahirkan, belumlah dikenal sebagai Kalijaga. Ada beberapa versi tentang nama dari Sunan Kalijaga ini. Ada yang mengatakan nama asli dari Sunan Kalijaga ini adalah Lokajaya, ada juga yang menyebutkan nama asli sebenarnya Sunan Kalijaga adalah Raden Abdurrahman, selain itu juga ada yang mengatakan nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Joko Said.

Berdasarkan sumber sejarah silsilah Sunan Kalijaga, nama yang terakhir inilah yang dikenal secara turun-temurun oleh masyarakat Tuban, sejak dulu hingga saat ini. Sunan Kalijaga berasal dari keluarga yang disegani dalam masyarakat Tuban. Sunan Kalijaga dilahirkan dari seorang ayah bernama Arya Wilatikta.

Ayah Sunan Kalijaga tersebut merupakan seorang Adipati Tuban. Siapa sangka Sunan Kalijaga bisa menjadi tokoh Walisongo yang termasyhur menyebarkan ajaran agama Islam, mengingat riwayat keturunan Sunan Kalijaga yang merupakan sebagai keturunan Ronggolawe, seorang pemberontak yang sangat melegenda pada masa Kerajaan Majapahit.

Meski ayah Sunan Kalijaga sudah memeluk agama Islam jauh sebelum Sunan Kalijaga dilahirkan, beliau dikenal sebagai muslim yang kejam dan taklid kepada penguasa pusat Kerajaan Majapahit yang menganut agama Hindu.

Sebab Munculnya Nama Kalijaga untuk Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga memiliki nama asli Raden Joko Said, berbeda jauh sekali dengan Kalijaga. Lalu dari mana sebenarnya nama Kalijaga itu muncul dan melekat dalam diri Sunan Kalijaga? Mungkin Anda juga bertanya-tanya, Sunan Kalijaga yang merupakan orang Jawa bisa mengemban nama yang bersumber dari nama sebuah desa Kalijaga di Cirebon. Bahkan desa Kalijaga tersebut dinamakan desa Kalijaga semenjak Sunan Kalijaga tinggal di sana.

Meskipun Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon, tetap saja nama Kalijaga ini menjadi pertanyaan sebagian besar orang. Ada riwayat yang mengatakan bahwa nama Sunan Kalijaga dikaitkan dengan kesukaan Sunan Kalijaga yang suka berendam di sungai. Orang Jawa menyebut sungai dengan kali. Mengingat kebiasaannya yang suka berendam di kali seperti menjaga kali, sehingga disebut Sunan Kalijaga suka “jaga kali”.

Sedangkan riwayat kejawen mengatakan nama Kalijaga pada Sunan Kalijaga muncul karena Raden Joko Said diminta bertapa di pinggir kali oleh Sunan Bonang selama 10 tahun. Namun apakah benar demikian? Bila kita mencermati dari segi pelafalan atau pengucapan kata, masyarakat di tanah Jawa suka melafalkan kata dari bahasa Arab yang tidak sesuai dengan struktur bahasa itu sendiri. 

Contohnya, kata Sekaten berasal dari Syahadatain, kata Kalimosodo berasal dari Kalimah Syahadah, kata Mulud berasal dari Maulid, kata Suro berasal dari Syura’, serta Dulkangidah berasal dari Dzulqa'dah.

Pada saat Demak didirikan di 1478, Sunan Kalijaga mengemban sebagai Qadhi atau Hakim di Demak oleh Sunan Giri. Sehingga Sunan Kalijaga disebut dengan Qadli Joko Said. Berdasarkan hal tersebut, ditambah dengan pelafalan masyarakat Jawa, sehingga Qadli Joko kemudian disebut dengan Kalijogo atau Kalijaga.

Ajaran Dakwah Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga ketika berdakwah selalu mengucapkan kalimat Bismillahirrahmanirrahim, serta sehabis berdakwah selalu menutupnya dengan kalimat Kersaning Allah, yang artinya adalah atas kehendak Allah.

Dalam menjalankan tugasnya menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga menggunakan paham yang bernapas Sufistik berbasis salaf. Sufistik yang dianut oleh Sunan Kalijaga bukan seperti Sufi panteistik, yang merupakan ajaran pemujaan semata. Tetapi Sufistik yang dianut oleh Sunan Kalijaga ini lebih dari segi pemujaan saja.

Sunan Kalijaga tidak menggunakan cara yang radikal dalam menyebarluaskan agama Islam ke tengah masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga melakukan tugasnya dengan menggunakan jalur kebudayaan, salah satunya melalui pertunjukkan wayang, pembuatan syair Macapat, gamelan, serta Kidung Purwajati.

Sunan Kalijaga dalam berdakwah dikenal dengan wali yang memiliki ilmu yang tinggi dan berpengetahuan yang sangat luas lagi bijaksana. Sunan Kalijaga selalu menjaga perasaan masyarakat ketika berdakwah.

Pribadinya yang bijak ditambah dengan pandai menempatkan diri, membuat Sunan Kalijaga dikenal sebagai pendakwah yang luwes serta berpegang teguh pada tata krama pergaulan masyarakat. Melihat cara berdakwahnya yang demikian, tidak mengherankan jika ajaran dari Sunan Kalijaga mudah diterima oleh pengikutnya.

Sunan Kalijaga tidak hanya piawai dalam mengemas pokok-pokok ajaran agama Islam, beliau juga dikenal sebagai wali yang sangat sakti, memiliki ilmu Mukjizat yang sangat mengagumkan dan tetap rendah hati. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga sangat disegani, disayangi, dan dihormati oleh semua lapisan masyarakat di tanah Jawa.

Karya-karya Seni Sunan Kalijaga

Dua karya seni yang paling terkenal dari Sunan Kalijaga adalah syair Macapat Dhandhanggula dan Kidung Purwajati. Syair-syair ini tidak hanya memperkaya warisan budaya Jawa, tetapi juga mengandung makna Sufistik yang mendalam. Syair Macapat Dhandhanggula mengajarkan tentang kekuatan dan perlindungan dari hal-hal buruk, sementara Kidung Purwajati menyiratkan tentang penyembuhan dan pemulihan dari penyakit dan bencana.

Ditambah dengan kedua bentuk karya Sunan Kalijaga yang disampaikan dengan bahasa Jawa, membuat masyarakat Jawa bisa menerimanya dengan mudah. Apa saja karya Sunan Kalijaga dari kedua bentuk seni Jawa tersebut? Berikut beberapa karya Sunan Kalijaga yang sarat makna Sufistik,

1. Syair Macapat Dhandhanggula karya Sunan Kalijaga

Ana kidung rumeksa ing wengi

Teguh hayu luputan ing lara

Luputan bilahine kabeh

Jim setan datan purun

Paneluhan tan ana wani

Miwah panggawe ala

Gunaning wong luput

Geni atemahan tirta

Maling adoh tan ana ngarah ing mami

Guna duduk pan sirna

Artinya:

Ada lagu yang mengalun di malam hari

Teguh selamat dan terhindar dari sakit

Luputlah dari semua bencana

Jin setan takaan mau mendekat

Teluhpun takkan berani mendekat

Demikian pula perbuatan jahat

Guna-guna orang pun akan luput

Seperti api tersiram air

Maling menjauh tak ada yang mengarah ke kami

Guna-guna yang ditanam pun sirna

2. Kidung Purwajati Karya Sunan Kalijaga

Sakehing lara pan samja bali

Sakehing ama sami miruda

Welas asih pandulune

Sakehing bradja luput

Kadi kapuk tibanireki

Sakehing wisa tawa, sato kuda tutut

Kayu aeng lemah sangar soging landak

Guwaning mong lemah miring

Mjang pakiponing merak

Artinya:

Semua penyakit akan kembali

Semua hama akan mereda

Belas kasih penglihatannya

Semua serangan akan luput

Seperti kapuk yang ditimpa batu

Semua bisa akan tawar

Kuda liar akan tunduk

Kayu bertuah, tanah angker, liang landak, guanya harimau

Tanah miring, dan tempat berkumpulnya merak

Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQs)

1. Apa yang membuat Sunan Kalijaga berbeda dari wali lain dalam Walisongo?

Sunan Kalijaga dikenal karena pendekatan berdakwahnya yang cerdas dan merakyat, serta kemampuannya menggabungkan ajaran agama dengan seni dan kebudayaan lokal.

2. Mengapa Sunan Kalijaga diberi nama "Kalijaga"?

Ada beberapa teori, salah satunya adalah karena kebiasaan Sunan Kalijaga yang suka berendam di sungai, sehingga masyarakat memberinya julukan "Kalijaga," yang mengacu pada "penjaga sungai."

3. Apakah Sunan Kalijaga hanya seorang pendakwah?

Tidak hanya sebagai pendakwah, Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai pemimpin spiritual yang memiliki ilmu tinggi dan keterampilan seni yang unik.

4. Apa yang membuat karya seni Sunan Kalijaga begitu istimewa?

Karya seni Sunan Kalijaga, seperti syair Macapat Dhandhanggula dan Kidung Purwajati, tidak hanya mempertahankan warisan budaya Jawa, tetapi juga mengandung pesan-pesan spiritual yang mendalam.

5. Bagaimana warisan Sunan Kalijaga memengaruhi masyarakat modern?

Warisan Sunan Kalijaga tetap relevan dalam masyarakat modern sebagai contoh pendekatan berdakwah yang bijaksana, menghormati budaya lokal, dan menggabungkan nilai-nilai agama dengan seni dan kebudayaan.

Kesimpulan

Sunan Kalijaga, sang wali bijaksana, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah agama Islam di Indonesia. Pendekatan berdakwahnya yang cerdas dan merakyat, serta kemampuannya menghubungkan ajaran agama dengan kebudayaan lokal, membuatnya dikenang sebagai tokoh yang penuh inspirasi. Melalui seni dan kebijaksanaannya, Sunan Kalijaga berhasil memperluas jangkauan ajaran agama Islam dan meninggalkan warisan yang tak terhapuskan.


Posting Komentar untuk " Kisah Sejarah Walisongo: Kisah Sunan Kalijaga, Wali yang Bijaksana dan Merakyat"