Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kata Bijak Imam Syafii

Kata Bijak Imam Syafii
credit:instagram@vita_cimin_art

Sebagai salah satu dari empat imam besar, banyak kata bijak Imam Syafii yang dijadikan pedoman oleh mereka yang menjadikan ulama besar tersebut sebagai panutan. 

Meskipun bukan menjadikannya sebagai panutan utama, menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW yang tidak boleh digantikan oleh siapapun juga.

Imam Syafii sendiri memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris al Shafi’i.  Lahir pada tahun 150 H di kawasan Gaza, Palestina, Imam Syafii dikenal sebagai seorang mufti besar Sunni Islam. 

Beliau juga mendirikan mazhab Syafii dan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah. Hubungan ini didasarkan hubungan dengan Bani Muthalib yang merupakan bani dari ayah Nabi Muhammad SAW.

Sepeninggal ayahnya, dalam usia dua tahun Imam Syafii pindah menuju Mekah bersama sang ibu. Dalam keadaan yatim, Imam Syafii tumbuh dan memiliki kelebihan dalam menghafal syair serta memiliki pengetahuan di bidang sastra Arab.

Pada usia 20 tahun Imam Syafii hijrah ke Madinah. Tujuannya adalah untuk menimba ilmu kepada seorang ulama besar di Madinah, yakni Imam Malik.  

Kepada Imam Malik, Imam Syafii belajar mengaji kitab Muwattha serta menghafalkannya dalam jangka waktu sembilan malam.

Hal inilah yang membuat Imam Malik merasa kagum dan bangga kepada Imam Syafii. Sebaliknya, Imam Syafii sendiri merasa kagum terhadap kitab Muwattha yang disusun oleh Imam Malik. 

Dalam kalimatnya, Imam Syafii mengatakan bahwa tidak ada kitab setelah Al Qur’an yang sebaik kita Muwattha.

Selama dua tahun Imam Syafii belajar kepada Imam Malik, dan selanjutnya pindah ke Yaman. Di Yaman, Imam Syafii hanya singgah dalam jangka waktu singkat. 

Di Yaman, Imam Syafii tidak terlalu banyak belajar tentang keilmuan, dan lebih cenderung menggunakan waktunya untuk bekerja.

Meski begitu, ada beberapa ulama Yaman yang pernah didatangi oleh Imam Syafii sekadar untuk menambah bekal keilmuannya. 

Hanya saja, sebagian besar ilmu yang didapatkan di Yaman ini sudah pernah diketahuinya semasa masih belajar pada Imam Malik.

Dari Yaman, Imam Syafii melanjutkan perjalanannya menuju kota Baghdad, Irak. Di sana, Imam Syafii pergi menimba ilmu kepada para murid Imam Hanafi. 

Salah satu ulama yang ditimba ilmunya oleh Imam Syafii adalah Muhammad bin Hassan. Kepada ulama ini Imam Syafii sering melakukan tukar pikiran dan diskusi tentang keagamaan.

Setelah sekian waktu belajar di Irak, Imam Syafi'i berangkat ke Mekah untuk menemui Muslim bin Khalid Az Zanji. Kepadanya, Imam Syafii belajar tentang ilmu Fiqh. 

Di kota suci ini Imam Syafii mulai belajar tentang para tokoh dengan menggunakan bahasa Arab yang diperindah menggunakan syair.

Selain kepada Muslim bin Khalid Az Zanji, Dawud bin Abdurrahman Al Atthar juga pernah menjadi pembimbing Imam Syafii. 

Imam Syafii juga pernah belajar dari pamannya yaitu Muhammad bin Ali bin Syafii, ditambah juga dengan ilmu yang diperoleh dari Sufyan bin Uyainah.

Khusus tentang ilmu Fiqh, Imam Syafii banyak dibimbing oleh Abdurrahman bin Abi Bakr al Mulaiku, Si’id bin Salim serta Fudhail bin Al Ayyadl. 

Itulah mengapa, di bidang ilmu Fiqh Imam Syafii sangat menonjol dibandingkan dengan teman sebanyanya. 

Prestasinya ini nampak ketika hanya dalam jangka beberapa tahun saja, Imam Syafii sudah dipercaya untuk ikut tampil mengisi berbagai majelis keilmuan yang digelar oleh para ulama fiqh tersebut.

Karya Imam Syafii

karya-imam-syafii-al-uum
credit:instagram@kitab2islami_olshop

Ada empat karya besar dari Imam Syafii yang dianggap mampu mewarnai kehidupan dunia Islam pada saat ini. Yang pertama adalah buku pertamanya yang disebut dengan Ar Risalah. 

Bersama dengan Kitab Al Umm, Imam Syafi'i menjelaskan mengenai Mazhab Fiqihnya yang baru. Dalam Mazhab yang didasari pemikirannya, Imam Syafii mampu menggabungkan Fiqh dari Irak dan Fiqh yang didapat dari Imam Malik.

Karya besar lain dari Imam Syafii adalah mazhabnya yang kemudian dikenal dengan sebutan Mazhab Syafi'i. Dasar dari Mazhab Syafii ini adalah AL Qur’an, Sunnah, Ijma’ serta Qiyas. 

Dalam Mazhabnya, Imam Syafii tidak menggunakan Istihsan atau menganggap baik sebuah masalah menjadi dasarnya. Imam Syafi'i juga menolak maslahah mursalah serta beberapa perbuatan yang dilakukan oleh penduduk Madinah.

Al Hujjah, pada dasarnya merupakan kitab yang ditulis berdasar Mazhab lama. Dalam kitab tersebut, ada empat imam dari Irak yang menjadi pencetusnya. Keempat imam tersebut adalah Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za'faran, dan AL Karabisyi.

Karya besar lain dari Imam Syafii adalah Al Umm, yang menjadi sebuah Mazhab baru Imam Syafii. Menurut para pengikutnya di Mesir, melalui kitab ini Imam Syafii mempertegas posisinya dalam Islam. 

Imam Syafii menjelaskan, apabila ada sebuah hadist yang sahih berlawanan dengan apa yang diucapkannya, maka hadist tersebut adalah Mazhab yang diyakininya. 

Sebaliknya, atas apa yang sudah dikatakannya, sebaiknya perkataan tersebut diletakkan di belakang tembok atau tidak perlu untuk diperhatikan lagi.

Kumpulan Kata Bijak Imam Syafii

Sebagai seorang ulama besar, Imam Syafii tentu sering menyampaikan beberapa ucapan yang sarat akan nilai-nilai kebaikan bagi umat manusia. 

Perkataan yang dikemukakan oleh Imam Syafii banyak dikutip sebagai kalimat mutiara dalam berbagai kesempatan.

Misalnya saja kalimat yang berbunyi “Bagi siapa yang tidak dimuliakan oleh takwa, maka tidak akan ada kemuliaan untuknya.” 

Kalimat ini memiliki makna dan pesan yang mendalam. Dimana dalam kalimat tersebut Imam Syafii berpesan bahwa apabila seseorang ingin memiliki kemuliaan, maka yang harus pertama dibenahi adalah takwa. 

Seseorang akan dinilai mulia, apabila memiliki ketakwaan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat ketakwaan seseorang, maka semakin mulia lah orang tersebut. Baik mulia di dunia atau juga mulia dalam kehidupan setelah mati.

Kata bijak Imam Syafii lainnya adalah tentang masalah keilmuan. Dalam kalimat tersebut, Imam Syafii menyampaikan pesan, “bahwa pada hakikatnya, ilmu bukanlah yang dihafal. Namun ilmu adalah yang mampu memberikan manfaat.”

Artinya, tidaklah sebuah ilmu memiliki nilai yang tinggi apabila hanya dihafalkan saja. Karena pada dasarnya, sebuah ilmu tidak cukup sekedar dihafal. 

Ilmu akan memiliki nilai keutamaan apabila ilmu tersebut diamalkan dan memberikan kebaikan bagi orang lain.

Ucapan Imam Syafii lainnya yang bisa dijadikan pedoman bagi manusia yang hidup di masa kini adalah “orang yang memiliki akal adalah orang yang terikat oleh akalnya dari semua perbuatan yang tercela”. 

Perkataan ini memberikan pesan yang mendalam kepada manusia dalam memanfaatkan nikmat dari Tuhan, yaitu akal. Dimana akal merupakan sesuatu yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya seperti binatang.

Oleh karena itu, manusia harus menggunakan akalnya ketika mereka hendak melakukan semua perbuatannya. 

Dengan demikian, manusia bisa mengetahui mana perbuatan yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan mana perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh manusia.

Manusia harus menggunakan akal dan bukan mengedepankan hawa nafsu dalam bertindak. Karena perbuatan yang mengedepankan hawa nafsu merupakan contoh dari perbuatan yang dilakukan oleh binatang. 

Sehingga apabila manusia lebih menyukai menuruti hawa nafsunya dan meninggalkan akal pikirannya, maka manusia tersebut tidak lebih baik dari binatang.

Demikianlah kata bijak Imam Syafii. Semoga berguna dan bermanfaat untuk para pembaca sekalian.

Posting Komentar untuk " Kata Bijak Imam Syafii"