Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jilbab, Syariat atau Budaya?

Jilbab, Syariat atau Budaya?

Jilbab atau sebagian orang menyebutnya dengan kerudung atau purdah sudah ada sejak sebelum Islam datang. Sehingga ada kelompok yang berpendapat bahwa Jilbab itu hanyalah produk budaya Arab dan tidak bisa dikatakan sebagai perintah Agama untuk memakainya. Lalu bagaimana dengan perintah menutup aurat?

Benarkah Islam mengajarkan bagi para muslimah untuk menggunakan jilbab? bagaimana hukumnya?

Dalil Tentang Kewajiban Menutup Aurat

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putra-putra suami mereka,atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam,atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Pendapat Ulama 

Prof. Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fatawa Muashirah menyatakan pendapatnya mengenai perihal berhijab ini, di mana wajah serta telapak tangan wanita tidaklah menjadi aurat yang harus ditutup didepan laki-laki lain yang bukan mahram.

Dalam buku Wawasan Al-Quran, Quraish Shihab mengungkapkan, bahwa para ulama besar, seperti Said bin Jubair, Atha, dan al-Auza'i berpendapat bahwa yang boleh dilihat hanya wajah wanita, kedua telapak tangan, dan busana yang dipakainya. (hal. 175-176).

Prof. Musdah Mulia, guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, realitas sosiologis di masyarakat, jilbab tidak menyimbolkan apa-apa, tidak menjadi lambang kesalehan dan ketakwaan. Tidak ada jaminan bahwa pemakai jilbab adalah perempuan shalehah, atau sebaliknya perempuan yang tidak memakai jilbab bukan perempuan shalehah. Jilbab tidak identik dengan kesalehan dan ketakwaan seseorang.

Penjelasan Tentang Hijab

Dalam Lisanul ‘Arob, jilbab adalah pakaian yang lebar yang lebih luas dari khimar (kerudung) berbeda dengan selendang (rida’) dipakai perempuan untuk menutupi kepala dan dadanya. Dari pengertiannya, Jilbab ditujukan untuk menutupi kepala dan dada sekaligus.

Pada ayat di atas Allah memerintahkan kepada wanita yang beriman, agar menutupi perasaannya, dan menggunakan kain kudung ke dadanya. Intinya adalah bahwa wanita yang beriman wajib menutupi auratnya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa wanita wajib menutupi auratnya, dan mayoritas tersebut juga berpendapat bahwa aurat wanita itu kecuali wajah dan telapak tangan.

Lalu apakah benar bahwa jilbab itu adalah produk budaya? benar, bahwa jilbab itu sudah ada dan dipakai oleh wanita Arab sebelum Islam datang. Namun kemudian Allah memerintahkan agar wanita yang beriman tetap menggunakan jilbab yang dapat menutupi auratnya. 

Maqashid syariahnya atau tujuan disyariatkannya menutup aurat adalah agar menjaga kehormatan wanita, wanita yang tidak menutupi auratnya sama saja tidak menjaga kehormatan mereka sendiri dan juga agar menghindarkan dari perbuatan yang tidak diinginkan.

Melihat fenomena di masyarakat, benar apa yang dikatakan oleh Prof. Musda Mulia, bahwa jilbab tidak dapat dijadikan ukuran keshalihan seorang wanita. Namun tentu akan lebih baik jika ia memiliki karakter/kepribadian yang sholehah dan penampilan yang sholehah juga.

Disamping itu, mengapa Allah swt memerintahkan wanita untuk menutupi perhiasannya/auratnya agar dapat menjaga pandangan mesum dari kaum laki-laki. Dalam sebuah buku psikologi laki-laki mempunyai keinginan s3x yang jauh lebih tinggi dari perempuan. 

Jika diibaratkan, ketika laki-laki berbicara dengan wanita maka yang ada dalam benaknya adalah s3x. Tentu wanita yang mengumbar auratnya akan berdampak tidak baik bagi laki-laki dan bisa menjadi penyebab laki-laki berbuat maksiat. Jadi bukan salah laki-laki mengapa berpikir jorok, tetapi karena itu semua sudah anugerah, bawaan dari Allah swt.

Kesimpulan

  •     Menutup aurat hukumnya adalah wajib bagi wanita yang beriman.
  •     Jilbab adalah produk budaya/adat wanita Arab yang dapat menutupi aurat wanita.
  •     Wanita yang baik adalah yang sholehah secara kepribadian dan penampilan.

Demikianlah ulasan singkat tentang Jilbab, Syariat atau Budaya? Semoga berguna dan bermanfaat.

Posting Komentar untuk " Jilbab, Syariat atau Budaya?"