Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Firaun Zaman Nabi Musa

Kisah Firaun Zaman Nabi Musa

Masih ingatkah kalian pada kisah nabi Musa yang dikejar-kejar Fir’aun sampai di laut merah? Firaun zaman nabi Musa memang dikenal kejam dan jahat. 

Namun, siapakah sebenarnya Fir’aun yang hidup pada zaman nabi Musa? Pendapat dari para ahli pun masih simpang siur. Berikut ini akan dipaparkan kisah Fir’aun yang hidup di zaman nabi Musa.

Fir’aun adalah Thutmose II

Menurut sejarawan, Alan Gardiner, Fir’aun yang hidup pada zaman nabi Musa adalah raja bernama Thutmose II. Dia hidup pada tahun 1492-1479 SM. Dijelaskan bahwa Thutmose II merupakan sosok yang tidak kuat. Kemajuan kerajaannya selama ini merupakan hasil pemikiran dari istrinya, Ratu Hatshepsutlah. 

Gardiner mengaku bahwa Fir’aun inilah yang mengejar-ngejar Nabi Musa dan kaum Bani Israil sampai di laut merah. Mumi Fir’aun ini ditemukan pada tahun 1881 di situs Deir el-Bahri. Ketika diadakan penelitian lebih lanjut, pada badan mummi terdapat luka cidera di tubuhnya. 

Luka tersebut kemudian dihubungan oleh Gardiner dengan kisah dalam kitab-kitab suci yang menyatakan bahwa Fir’aun yang hidup di zaman Nabi Musa mati tenggelam di laut merah dalam upaya pengejarannya terhadap Musa dan Kaum Bani Israil. 

Tubuh Fir’aun yang hanyut dan terdampar di bibir pantai kemudian ditemukan oleh rakyat Mesir. Mereka kemudian mengawetkan jasad Fir’aun tersebut dengan balsam untuk kemudian disemanyamkan dimakan raja-raja sesuai dengan adat-istiadat daerah tersebut. 

Fir’aun adalah Minephtah

Fir’aun versi kedua ini hidup pada tahun 1232-1224 SM. Minephtah adalah putra raja Ramses II. Ramses II dikenal dengan raja yang baik hati dan bijaksana. 

Sejak Ramses menjadi raja, dipercaya bahwa Nabi Musa lahir dan dibesarkan oleh istri Ramses II ini. Namun, karena adanya tuduhan pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Musa, dia pun harus mengungsi keluar dari negeri tersebut. 

Setelah 40 tahun dalam pelariannya, Nabi Musa diutus Allah SWT untuk kembali ke mesir dan mengajarkan agama kepada rakyat Fir’aun. Ketika Nabi Musa kembali ke negerinya, yang ditemukannya adalah Minephtah yang telah menggantikan Ramses II.

Berbeda dengan ayahnya, Fir’aun kali ini memiliki sifat yang kejam, lalim, dan jahat. Fir’aun sering menyiksa rakyatnya dengan berbagai kebijakkannya. Melihat hal tersebut Nabi Musa meminta Fir’aun bertobat kepada Allah SWT. 

Namun, Fir’aun malah menganggap dirinya Tuhan dan menolak tawaran Nabi Musa. Kedua kalinya Nabi Musa meminta ijin untuk membawa kaum Bani Israil ke luar Mesir.

Namun, keinginan Nabi Musa juga ditolak oleh Fir’aun. Lalu Nabi Musa membawa 600.000 orang kaum Bani Israil keluar dari Mesir diam-diam. Sampai akhirnya Fir’aun mendengar kabar tersebut dan melakukan pengejarannya bersama pasukan terbaikkan menggunakan kereta kuda. 

Pada saat terjepit, kaum Bani Israil dan Nabi Musa yang sampai di tepi laut merah, melihat pasukan Fir’aun telah dekat, Nabi Musa kemudian meminta pertolongan dari Allah. Sampai pada wahyu Allah yang membuat laut merah bisa terbelah menjadi dua.

Belahan tersebut kemudian dipakai kaum Bani Israil untuk menyeberang ke sisi lain laut merah. Ketika seluruh kaum Bani Israil sudah sampai di sisi laut merah lainnya, dan tentara Fir’aun yang mengejarnya juga telah sampai di tengah laut menggunakan jalan yang sama, tiba-tiba laut menjadi satu kembali dan menenggelamkan Fir’aun dan pasukannya. 

Dalam cerita tersebut tegaslah bahwa Fir’aun yang hidup di zaman Nabi Musa adalah Ramses II dan Menephtah. Namun, jika yang dimaksud adalah Fir’aun yang jahat berarti tertuju pada anak Ramses II. 

Fir’aun adalah Ramses II

Ramses II disebut-sebut merupakan raja yang memerintah cukup lama dikerajaan Mesir, yakni kurang lebih 60 tahun. Ramses II hidup sekitar abad 14 SM. Dia dikenal sebagai raja yang kejam dan jahat. Cerita lain mengenai penyebab pengejaran Nabi Musa dan Kaum Bani Israil terdapat dalam penjelasan ini. 

Bila cerita sebelumnya penyebab Fir’aun mengejar Nabi Musa karena ingin membunuh Nabi Musa dan mengajak kembali kaum Bani Israil ke Mesir, maka berbeda dengan versi ini. Diketahui bahwa awalnya Fir’aun tidak peduli ketika kaum Bani Israil akan di bawa oleh Nabi Musa ke Kanaan (sekarang Palestina).

Namun ketika mendapat nasehat dari beberapa penasehatnya tentang serangan balik yang akan dilakukan oleh Nabi Musa dan rakyat Bani Israil atas kekejamannya, Fir’aun menjadi cemas. Kemudian tanpa berpikir lagi, Fir’aun mengajak para perwiranya untuk mengejar Nabi Musa dan membunuh semua pengikutnya. 

Bukti-bukti yang menegaskan bahwa Ramses II merupakan Fir’aun yang kejam dan sadis pada zaman Nabi Musa adalah kesamaan hidup mereka pada abad ke 14 SM. Bukti kedua adalah ketika dilakukan penelitian mengenai mumi Ramses II mengandung garam yang tinggi. Ini diduga karena dia mati di laut merah. 

Hal tersebut diperkuat oleh seorang arkeolog Ron Wyatt pada tahun 1988 yang menemukan roda kereta kuda dan beberapa tulang manusia di daerah penyeberangan (dasar laut merah). Roda-roda tersebut cocok dengan kereta kuda yang berada di makam Ramses II. Penelitian tentang tulang manusia yang ditemukan pun diduga kuat juga hidup pada abad 14 SM. 

Persamaan Sifat Fir’aun

Pendapat mengenai sifat Fir’aun yang hidup di zaman Nabi Musa memang sama. Dia memiliki sifat yang kejam, sadis, dan lalim pada kaum Bani Israil. Fir’aun ini juga menganggap dirinya Tuhan yang patut disembah oleh manusia. Tidak heran jika kemudian datang Nabi Musa untuk membuat Fir’aun tobat. Namun, kerena kesombongannya, dia tidak pernah diberi kesempatan untuk bertaubat. 

Pendapat yang senada mengenai Fir’aun yang hidup di zaman Nabi Musa adalah soal kematiannya. Ilmuwan dan kitab suci sudah sepakat bahwa kematiannya karena tenggelam di laut Merah. Hal tersebut juga diamini oleh seorang professor Maurice Bucaille yang meneliti mumi fir’aun di Prancis.

Dia menemukan adanya kandungan garam yang tinggi pada mumi fir’aun. Lalu yang dia herankan adalah bagaimana tubuh Mumi tersebut bisa terawat dengan sempurna, sementara tulang milik tentara Fir’aun yang mendapat perlakuan sama sudah tidak sesempurna milik Fir’aun. 

Ternyata jawaban atas pertanyaan Maurice tersebut berhasil dijawab oleh Al Qur’an. Dia yang sempat ragu kepada Al Qur’an yang bisa meramalkan kejadian tersebut, padahal pada waktu itu mumi tersebut belum ditemukan.

Surat Yunus ayat 92 dalam Al Qur’an memang menjelaskan mengenai tubuh Fir’aun yang diselamatkan Allah untuk menjadi pelajaran bagi umatnya supaya tidak menjadi orang yang lupa pada pencipta, menjadi sombong dan kejam. 

Berikut arti surat Yunus ayat 92.

"Pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat dijadikan pelajaran bagi orang-orang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami"

Surat tersebut menjelaskan bahwa Fir’aun yang memiliki sifat buruk diputus nyawanya oleh Allah, namun tubuhnya diselamatkan sebagai pelajaran untuk umatnya. 

Surat tersebut berarti mengiyakan bahwa Fir’aun memang ada dan hukum sang pencipta itu memang ada. Firaun zaman nabi musa juga memberikan kita pelajaran akan kekuasaan Allah. Semoga dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Posting Komentar untuk " Kisah Firaun Zaman Nabi Musa"